"Yang pasti Faldo sudah dapat instruksi terkait sikap, atas perubahan politik Zulhas yang ingin merapat ke Jokowi-Amin," ujar Direktur Kampanye TKN Jokowi-Ma'ruf, Benny Rhamdani, kepada wartawan, Senin (17/6/2019).
Benny juga mengatakan kemungkinan pernyataan Faldo itu adalah salah satu bentuk kesadaran Faldo agar tidak tertinggal oleh partainya. Seperti diketahui, Ketum PAN Zulkifli Hasan sudah memberikan sinyal-sinyal untuk merapat ke koalisi Jokowi-Ma'ruf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, bisa atas kesadaran sendiri Faldo untuk keluar dari peran akting yang dia mainkan selama ini, karena dia nggak ingin ketinggalan kereta, yang nanti dia pasti bisa terasing dari fraksi politik Zulhas. Jadi dia ingin mengamankan dirinya di internal Partai PAN," katanya.
"Dia mikir, dia masih muda kalau dia tersingkir dari fraksi besar PAN, ya gimana bisa bahwa itu akan berisiko bagi karir politik," imbuh Benny.
Meski begitu, dia mengaku tidak kaget juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno itu ada yang pesimis memenangkan gugatan di MK. Sebab, kata Benny, tim hukum Prabowo tidak memiliki bukti yang pasti.
![]() |
"Pernyataan Faldo bukan hal yang istimewa, sejak awal kami yakini 1.000 persen, tidak ada celah sedikitpun 02 untuk memenangkan pilpres, termasuk melalui langkah konstitusional gugatan MK," sebut politikus Hanura itu.
Seperti diketahui, Faldo Maldini membuat video berjudul 'Prabowo Tidak Akan Menang Pemilu di MK' yang diunggahnya ke YouTube. Dilihat detikcom, Senin (17/6/2019), video berdurasi 8 menit 40 detik itu dibagikan Faldo ke jejaring media sosialnya seperti Twitter.
"Di video kali ini gua akan menjelaskan tentang peluang Pak Prabowo di MK dan menurut gua Prabowo-Sandi nggak akan menang pemilu di Mahkamah Konstitusi," kata Faldo Maldini mengawali videonya. Faldo telah mengizinkan detikcom mengutip video tersebut.
Berikut sebagian analisis jubir BPN Prabowo-Sandiaga, Faldo Maldini:
Secara legal formal, kalau kita bicara secara kuantitatif ya, kekalahan Prabowo-Sandi itu sekitar 17 juta suara. Dalam hal ini untuk membuktikan adanya kecurangan itu, setidaknya lo bisa membuktikan 50 persen lebih deh dari 17 juta itu terjadi kecurangan. Dari 17 juta, 50 persen, lo bagi dua aja misalnya kan, butuh 8,5. Berarti kan setidaknya kan lo butuh 9 juta dong bahwa ada potensi kecurangan dalam hasil penghitungan nih yang itu dibuktikan dengan C1 asli yang dimiliki oleh saksi.
Nah, 9 juta suara. Untuk mendapatkan 9 juta suara itu kita bagi rata misalnya per TPS. Di pemilu kemarin, maksimal kan 1 TPS itu 250 suara ya. Untuk membuktikan 250 suara ini Prabowo-Sandi menang, bisa kita bagi aja nih, 9 juta bagi 250, itu sekitar 30 ribuan, atau 36 ribulah TPS yang kita butuhin bahwa Prabowo-Sandi menang 100 persen. 36 ribu TPS, total TPS di Indonesia itu ada 800.00 by the way. Itu kalau Prabowo-Sandi menangnya 100 persen. Maksud gue, 250 orang Prabowo, 0 Jokowi, 250 orang Prabowo, 0 Jokowi, itu di 36 ribu TPS. Lo bayangin misalnya menangnya nggak 100 persen, berarti TPS-nya harus di atas 36 ribu dong? Kalau Pak Prabowo-Sandi misalnya menang cuma 50 persen di 36 ribu, maka ada penjumlahan jumlah TPS yang lo butuhin C1-nya gitu, kalau seandainya menangnya nggak 100 persen.
Semakin kecil kemenangan Prabowo-Sandi, semakin banyak jumlah TPS yang dibutuhin. Asumsi gue, Prabowo-Sandi menangnya mungkin lo bayangin sekitar 5 atau 10 persen, itu bisa ratusan ribu TPS yang harus kita butuhin untuk pemungutan suara ulang. Taruhlah 200 ribu nih TPS yang dibutuhin TPS-nya, itu seperempat dari total TPS Indonesia. Itu sih menurut gua se-Pulau Jawa nih TPS-nya dikumpulin, segitu deh kayaknya. Jadi untuk membuktikan bukti 200 ribu TPS, C1-nya itu, itu berat banget sih. (zap/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini