Eks Panglima GAM Tutup Buku Isu Referendum

Round-Up

Eks Panglima GAM Tutup Buku Isu Referendum

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 12 Jun 2019 22:43 WIB
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf sempat menggulirkan wacana soal referendum Aceh. Namun kemudian dia menarik lagi pernyataannya itu. Muzakir mengaku pernyataan tersebut keluar secara spontan. Pria yang akrab disapa Mualem ini menutup buku soal isu referendum Aceh.

Muzakir Manaf mengatakan bahwa statement-nya terkait referendum Aceh diucapkan secara spontan. Klarifikasi itu disampaikan lewat sebuah video berdurasi 1 menit 16 detik.

"Saya lakukan hal tersebut secara spontan kebetulan pada event peringatan haul meninggalnya Teungku Hasan Muhammad Ditiro (Wali Nanggroe Aceh)," kata Muzakir dalam video yang dilihat detikcom, Rabu (12/6/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Lantas, Muzakir memastikan bahwa saat ini rakyat Aceh cinta perdamaian dan mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia pun berharap ke depan Aceh bisa maju dalam bingkai NKRI.

"Saya menyadari rakyat Aceh saat ini cinta damai dan pro-NKRI. Saya berharap Aceh ke depan harus lebih maju, membangun Provinsi Aceh dalam bingkai NKRI," kata pria yang menjabat Ketua Partai Aceh (PA) dan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) ini.

Muzakir pun mengungkit kembali perjanjian Helsinki. Dia berharap butir-butir perjanjian perdamaian Helsinki yang diteken antara GAM dan pemerintah Indonesia yang belum sesuai dituntaskan ke depan.

"Hal-hal lain yang menurut saya belum sesuai pasca-MoU Helsinki akan saya buat, sendiri guna menuntaskan semua butir-butir MoU Helsinki ke depan," imbuhnya.

Sebelumnya, Muzakir Manaf sempat bikin geger setelah menyampaikan usul soal referendum. Dia mengucapkan usul referendum Aceh itu di acara haul Teungku Hasan Muhammad Ditiro dan acara buka puasa bersama di Banda Aceh, Senin (27/5/2019).

"Alhamdulillah, kita melihat pada masa ini bahwa negara kita Indonesia keadilan entah ke mana dan demokrasi entah ke mana. Jadi kita sama-sama melihat Indonesia di ambang kehancuran dari segi apa saja. Kita ikut merasa sedih melihat keadaannya. Itu sebabnya, Pak Pangdam saya minta maaf, Aceh mungkin ke depan lebih baik kita minta referendum saja," kata Mualem disambut tepuk tangan tamu undangan.

"Karena, sesuai dengan Indonesia, tercatat ada bahasa, rakyat, dan daerah (wilayah). Maka, oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, dan supaya suara ini dapat tercium juga ke Jakarta. Inilah hasrat rakyat dan bangsa Aceh untuk berdiri di atas kaki sendiri," sambung Muzakir, yang juga Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi wilayah Aceh.

Muzakir mengaku khawatir Indonesia bakal kembali dijajah bangsa lain. Untuk itu, dia meminta Aceh mengikuti jejak Timor Timur, yang memisahkan diri dari Indonesia.

"Daripada kita dijajah orang lain, lebih baik kita berdiri di atas kaki sendiri. Mudah-mudahan, ini adalah satu usaha dan pemikiran bangsa Aceh saat ini. Mudah-mudahan dengan niat kita semua, lebih baik kita mengikuti Timor Timur," beber Muzakir.


Menanggapi pernyataan Muzakir, Menko Polhukam Wiranto sampai menggelar rapat khusus. Seusai rapat, Wiranto menegaskan NKRI tak lagi mengenal referendum.

"Tadi memang kita mengadakan pertemuan, rapat, koordinasi yang membahas masalah adanya gerakan referendum terutama di Aceh. Jadi tadi yang terpenting adalah yang saya sampaikan bahwa masalah referendum itu sebenarnya dalam khazanah hukum positif di Indonesia sudah selesai, nggak ada. Karena beberapa keputusan-keputusan, baik Tap MPR maupun UU, sudah membahas sebelumnya dan sudah ada pembatalan," kata Wiranto di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Wiranto menyebut soal Tap MPR Nomor 8 Tahun 1998 yang mencabut UU Nomor 4 Tahun 1993 tentang Referendum. Eks Panglima ABRI itu juga menyebut UU Nomor 6 Tahun 1999 yang mencabut UU Nomor 5 tentang Referendum.

"Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi nggak relevan lagi, apalagi kalau kita hadapkan kepada internasional court yang mengatur tentang masalah ini, ini juga nggak relevan," ujar Wiranto.


Sementara itu, Kemendagri juga sempat angkat bicara terkait wacana referendum Aceh yang digulirkan oleh Muzakir. Senada dengan Wiranto, Kemendagri mengatakan dalam perjanjian Helsinski antara GAM dan Pemerintah RI, tidak dikenal istilah referendum.

"Kalau referendum jelas salah, fatal. Karena di dalam MoU Helsinki tidak dikenal istilah 'referendum'. Sehingga apa yang disampaikan Pak Mualem (Muzakir Manaf) tidak benar dan tidak perlu dibesar-besarkan," tegas Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo di Kantor Kemendagri di Jalan Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (1/6/2019).


Diketahui Perjanjian Helsinki merupakan nota kesepahaman damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perundingan damai itu dicetuskan oleh Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Perjanjian itu diteken pada 15 Agustus 2005.

Perjanjian tersebut diteken oleh Indonesia dan GAM. Indonesia diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin serta pimpinan GAM Malik Mahmud. Sedangkan saksinya adalah Mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari selaku fasilitator negosiasi.


Dalam dokumen tersebut tak ada sama sekali poin yang memuat soal referendum. Namun dijelaskan bahwa jika ada klaim-klaim yang tak tuntas, bisa diselesaikan melalui Komisi Bersama Penyelesaian Klaim (KBPK).

"Pemerintah Aceh dan pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan," seperti yang tertulis dalam dokumen tersebut.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads