"Kalau itu kan argumen yang muncul di banyak kesempatan ya. Namanya juga Mahkamah Konstitusi, bukan mahkamah kalkulator, jadi yang dijaga tentunya juga hakim-hakim konstitusi tidak ingin hanya menjadi hitung-menghitung tambah-kurang saja dong, tapi spirit dari pasal 22 ayat 1, untuk menjaga pemilu yang terutama jujur dan adil," kata Denny saat dimintai konfirmasi, Sabtu (25/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang harus dikawal sama-sama dan saya yakin hakim konstitusi yang negarawan itu sangat paham tentang itu," katanya.
Sebelumnya, BW menyinggung soal 'mahkamah kalkulator' saat menyerahkan bukti gugatan Pilpres 2019. MK, kata BW, harus memeriksa dugaan-dugaan kecurangan tersebut.
"MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik," kata BW setelah mengajukan permohonan gugatan hasil pilpres ke MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5).
"Tapi memeriksa betapa kecurangan itu sudah makin dahsyat. Dan itu sebabnya di publik ada berbagai pernyataan yang menjelaskan inilah pemilu terburuk di Indonesia yang pernah terjadi selama Indonesia berdiri," ujarnya.
BPN Ajukan 51 Bukti ke MK, Termasuk Laporan yang Ditolak Bawaslu:
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini