Hal ini merupakan hasil penelitian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta dan beberapa perguruan lain.
Peneliti dari LPPM UNUSIA, Naeni Amanulloh, menyebut delapan kampus tersebut ialah UNS Surakarta, IAIN Surakarta, Undip Semarang, Unnes Semarang, UGM Yogyakarta, UNY Yogyakarta, Unsoed Purwokerto, IAIN Purwokerto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada kontradiksi, kampus harusnya mengembangkan pemikiran kritis, sedangkan islam eksklusif cenderung doktriner, tertutup. Bagaimana bisa mereka berkembang di kampus?" kata Naeni seusai acara diskusi 'Islam Eksklusif Transnasional Merebak di Kampus Negeri' di Aula FISIP UNS Surakarta, Kamis (23/5/2019).
Dia menilai pandangan tersebut tidak kompatibel dengan Pancasila yang telah disepakati menjadi dasar negara Indonesia. Kelompok itu dinilai bisa masuk ke ranah radikalisme ideologi.
"Mereka memiliki pandangan khilafah, syariatisasi kehidupan publik, sedikit tidak mau menerima perbedaan. Selama ini ada isu yang mengarah ke radikalisme, seperti saat HTI dibubarkan mereka bergerak, saat pelarangan bendera ISIS, mereka menunjukkan simpati," ujar dia.
Menurutnya, pejabat kampus seharusnya berani mengambil sikap dalam mengatur kehidupan keagamaan kampus. Jangan sampai kelompok tersebut semakin bebas berkembang.
"Harus ada pemimpin yang berani. Kampus harus dibangun dengan tradisi akademis yang lebih kuat. Tapi tetap tidak boleh melanggar kebebasan akademik. Pemimpin kampus harus memiliki wawasan scientist clear," tutupnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini