Ketua Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad, membenarkan penangkapan joki tersebut. Berdasarkan keterangan yang diperolehnya, dua dari empat joki tersebut mengaku berstatus mahasiswa di tempatnya mengajar, yakni di UGM Yogyakarta.
"(Joki) yang dari universitas saya sendiri dua (mahasiswa) UGM. Terus yang satu dari ITB, yang satunya baru tamat SMA, jadi dia ikut jadi joki tapi dia baru tamat SMA," ujar Arsyad saat dihubungi wartawan, Rabu (22/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan joki ini berawal saat FK UM Surabaya menggelar ujian masuk berbasis computer based test (CBT) gelombang kedua pada Selasa (21/5) kemarin. Di tengah ujian, pengawas mendapati peserta ujian yang membagikan kertas ke peserta lainnya.
"Menurut laporan dari pengawas malah mereka, si joki ini bagi-bagikan kertas jawaban. Lha ternyata setelah dikonfirmasi oleh petugas atau pengawasnya ternyata mereka joki. Jadi mereka joki yang juga mendaftar sebagai peserta," sebutnya.
Menjumpai praktik ilegal ini, Arsyad yang ketika itu kebetulan berada di UM Surabaya turut menginterogasi pengguna jasa dan si joki. Berdasarkan penuturan para pengguna joki, mereka harus membayar uang Rp 125 juta kepada seorang makelar.
"Dia bayarnya Rp 125 juta, tapi ternyata tidak langsung ke joki, kayaknya ada kordinatornya, ada makelarnya. Jadi ketika saya tanya sama jokinya, ada yang dapat Rp 10 juta, ada yang dapat Rp 5 juta. La berarti yang untung banyak bandarnya," ungkapnya.
Atas temuan ini, kata Arsyad, pihak UM Surabaya telah melaporkan para joki ke polisi. Sementara pihak UM Surabaya juga sudah berkoordinasi dengan pihak UGM Yogyakarta untuk memastikan benar tidaknya kedua pelaku tersebut mahasiswanya.
"Saya kurang tahu teknis (pelaporannya). Karena saya kan cuma ngeliat aja. Setelah itu saya ada pekerjaan yang lain, saya cuma ketemu sebentar dengan anak-anak itu. Mungkin bisa dicek ke rektornya (UM) Surabaya saja, Pak Suka," pungkas Arsyad. (ush/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini