Bermukim dalam jangka waktu yang lama di negeri orang, memang bukan perkara mudah. Suka duka kehidupan dan rindu akan kampung halaman kerap dirasakan oleh kami para diaspora, apalagi di saat bulan suci Ramadhan, kerinduan berkumpul dengan keluarga di tanah air begitu besar.
Bersyukurlah kami bermukim di Utrecht. Ini kota terbesar keempat di Belanda yang merupakan kota keuskupan lama dan memiliki populasi penduduk sekitar 420 ribu jiwa. Termasuk di dalamnya adalah penduduk muslim yang berjumlah sekitar 13 ribu jiwa dan terdapat perkumpulan muslim Indonesia, tempat dimana kami menjalin silaturahmi dan membangun ukhuwah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Musala yang beralamat di Jalan Bazelstraat Nomor 31 ini terletak di jantung kota Utrecht. Bulan Ramadhan yang kami nantikan selalu menjadikan musala kecil sewaan kami penuh sesak dengan jamaah, terutama saat acara rutin buka puasa bersama tiap hari Sabtu. Para perantau yang menetap di sini, para pelajar bahkan para mualaf WN Belanda berkumpul untuk melaksanakan Iftar, salat maghrib, isya dan tarawih berjamaah.
Di saat Ramadhan ibu-ibu dengan penuh cinta dan semangat berbagi, menyiapkan dan menyajikan aneka makanan menu khas ala Indonesia untuk iftar dan santap makan.
Beragam agenda kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di musala ini yang bertujuan untuk menjalin tali silaturahmi dan mempererat semangat persaudaraan. Ada pengajian rutin anak-anak, pengajian rutin ibu-ibu, pengajian rutin khusus buat para mualaf dan kegiatan positif lainnya layaknya kegiatan mesjid-mesjid di Indonesia.
![]() |
Bukan sesuatu yang mudah memang berpuasa di benua biru ini, selain durasi waktu puasa yang cukup lama, hampir 18 jam, segala aktivitas kegiatan berjalan seperti bulan-bulan lainnya, termasuk tempat-tempat makan minum yang buka seperti biasa.
Namun bagi kami puasa Ramadhan, adalah satu dari lima Rukun Islam yang wajib kami jalani sebagai muslim dengan keikhlasan dan ketaatan. Puasa adalah saat untuk introspeksi diri dan bukti kecintaan kami pada Sang Maha Pencipta.
*) Ristiyanti Handayani adalah mantan pendidik berasal dari Bandung. Pertama kali datang di Belanda tahun 2011 dan sejak tahun 2014 menetap di Utrecht bersama suami yang warga Belanda. Penulis juga bergabung dalam perkumpulan SGB-Utrecht.
*) Artikel ini terselenggara atas kerja sama detikcom dengan Indonesia Diaspora Network-United (IDN-United).
***
Para pembaca detikcom, bila Anda juga Diaspora Indonesia di luar negeri dan mempunyai cerita berkesan saat Ramadhan, silakan berbagi cerita Anda 300-1.000 kata ke email: ramadan.detik.com cc info@idn-united.org dengan subjek: Cerita IDN United. Sertakan minimal 5 foto berukuran besar karya sendiri yang mendukung cerita, data diri singkat dan hubungan dengan komunitas Diaspora. (fay/fay)