Berikutnya fokus pada pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, salah satunya yaitu mengirim kepala desa, pendamping desa, pengurus BUMDes untuk dapat belajar ke luar negeri.
"Kita mengadakan kerja sama dengan badan-badan dunia dan negara sahabat, mereka memberikan beasiswa mudah-mudahan tahun ini bisa dapat 1.000 beasiswa untuk kepala desa, pendamping desa, belajar di luar negeri," ujar Eko, dalam keterangan tertulis, Selasa (14/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mudah-mudahan dengan belajar mereka bisa melihat, merasakan, dan menerapkan program-program yang baik yang ada di luar negeri tersebut ke desanya masing-masing di Indonesia sehingga percepatan pertumbuhan ekonomi di desa-desa menjadi lebih cepat dari empat tahun terakhir," imbuhnya.
Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan 3 kepala desa yang sudah mengikuti ASEAN Plus Three Village Leaders Exchange Program pada tanggal 5-11 Mei di Yunnan China, di Kantor Kemendes, Senin (13/5/2019).
Ketiganya yaitu, Kepala Desa Poleonro, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Hardi, Kepala Desa Margasakti, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, Sumaryono dan Kepala Desa Kandolo, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Alimuddin.
Eko juga mengapresiasi mereka yang sudah berani menjadi perwakilan negara dan berani berbicara di depan semua delegasi. Pasalnya, di negara lain para kepala desa diwakili oleh pemerintah, sedangkan Indonesia yang langsung bicara adalah kepala desanya.
Dan hasil dari pertemuan itu, mereka dapat belajar di beberapa tempat di China yang akan diterapkan bisnis modelnya di desa masing-masing.
"Mereka berkomitmen dalam tiga bulan ini sudah ada hasilnya, nanti akan saya cek apakah sesuai harapan atau tidak. Pastinya dari Kemendes PDTT akan membantu memastikan agar mereka sukses," tegasnya.
Kepala Desa Margaskati, Sumaryono, mengatakan banyak pengalaman yang didapat selama belajar di Yunnan. Di antaranya bagaimana pengentasan kemiskinan di desa, dan membangun infrastruktur yang terintegrasi di desa.
"Desa Margasakti akan berinovasi dalam program integrasi yaitu akan membuat inovasi teknologi pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi produk minyak goreng, mentega, sabun, lilin dan lain-lain. Juga akan menerapkan desa wisata yang terinspirasi dari pemukiman Hebian Village di Yunnan, yang di situ nanti akan dikombinasikan antara sumber daya alam yang ada yaitu sumber daya air dengan wisata menopolitan dengan BUMDes, mudah-mudahan jadi pemicu desa-desa yang lain," ungkap Sumaryono.
Sumaryono menambahkan, pada tahun 2019 desanya mengalokasikan dana desa dengan penyertaan modal Rp 350 juta dalam menunjang pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng. Dana tersebut diserahkan sepenuhnya pada BUMDes Maju Jaya Sakti untuk mengelola terutama pembangunan pabrik kelapa sawit.
Kepala Desa Poleonro, Hardi juga mengatakan ada beberapa rencana yang akan dilakukan di desanya. Pertama, pengembangan produk unggulan desa berdasarkan potensi yang dimiliki seperti yang dilaksanakan di Thailand dengan memadukan kegiatan pertanian dan pariwisata.
"Di tempat kami akan dilakukan pengembangan destinasi digital yang pusat pertumbuhannya itu ada di sektor pertanian. Destinasi digital itu desa wisata tetapi proses promosi dilakukan melalui media sosial. Dari ekowisata ini pengunjung bisa menggunakan moda transportasi delman dan singgah di tempat cendera mata. Ada juga kelompok musik anak muda untuk menghibur. Ini menumbuhkan semua sektor," papar Hardi.
Hardi menambahkan, rencananya tempat tersebut akan dibuka 2-3 kali seminggu. Di dalam destinasi digital tidak ada transaksi dalam bentuk tunai. Mereka membeli koin. Ia berharap hal ini bisa melibatkan banyak orang dan menghidupkan ekonomi kerakyatan. Potensi pasar yang akan ditangkap karena biasanya generasi milenial akan datang ke tempat-tempat seperti itu.
"Kami tidak lagi terlalu fokus membangun fisik atau infrastruktur, tapi lebih fokus ke pemberdayaan masyarakat karena sangat banyak mendorong pertumbuhan ekonomi, lahirnya usahawan-usahawan baru, industri-industri baru, dan makin banyak aktivitas ekonomi. Harapannya destinasi digital ini menjadi pilar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kandolo, Alimuddin mengatakan bahwa bukan persoalan kekurangan uang yang ada di desa, tapi kekurangan gagasan, ide, dan inovasi sehingga desa tertinggal. Oleh karena itu, di desanya akan mencoba inovasi yang awalnya membuat gula aren, gula semut dari air nira dari tungku dimasak dengan kayu diindustrikan dengan mesin. Jumlah produksinya pun meningkat dengan biaya operasional lebih efisien.
"Kalau meggunakan tungku, untuk memasak 50 liter air nira perlu waktu sehari full. Kalau menggunakan elpiji atau gas dengan mesin dengan 50 liter hanya cukup waktu 2 jam. Dengan modal 5 pohon aren saja mereka bisa hidup, menguliahkan anaknya. Di sana kami ada BUMDes, sudah mengelola 3 unit usaha, air bersih pam desa mengaliri 80 KK, pipanisasi 8 km, air isi ulang, dan usaha jual beli sawit/ TBS," ujarnya
"BUMDes Madani sejahtera sudah menghasilkan (Pendapatan Asli Daerah) PAD Rp 200 juta/tahun. 40 persen untuk penyertaan modal, 40 persen untuk gaji karyawan, 20 persen untuk PAD Desa. Bagi yang berhubungan dengan persalinan digratiskan, 2019 semoga tidak ada lagi angka kematian ibu dan anak," imbuhnya.
Kemudian, lanjut Alimuddin, ada juga embung yang terintegrasi dengan wisata dan bingkai inovasi desa. Pihaknya akan mengajak semua rumah tangga untuk berkreasi membuat industri di rumah masing-masing.
"Saat ini BUMDes punya PAD, punya modal, akses pemasaran ada, silakan berkreasi di rumah masing-masing. Selain bertani ada pendapatan yang berkesinambungan oleh setiap kepala keluarga di desa kami," ujarnya.
Informasi lainnya dari Kemendes PDTT bisa dilihat di sini. (ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini