Berkunjung ke Masjid yang berlokasi di tengah-tengah permukiman ini, detikcom disambut dengan lingkungan bersih dan nuansa tenang serta asri yang terpancar dari Masjid Taqwa. Selain itu, bangunan masjid tersebut kental akan nuansa Jawa menyerupai Masjid Gede Kauman.
Ahmad Rifai, selaku bagian rumah tangga Masjid Taqwa mengatakan, pembangunan Masjid ini bermula saat Sultan Hamengku Buwono (HB) I memperdalam ilmu agama kepada seorang ulama bernama Kiai Muhammad Faqih. Kiai Faqih sendiri adalah seorang guru agama Islam yang juga kakak ipar dari Sri Sultan HB I.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut pria 61 tahun ini, ketika menjadi murid Kyai Faqih, Sri Sultan HB I meminta nasihat kepada Kiai Faqih agar situasi Kerajaan berlangsung aman. Saat itu Faqih memberikan nasihat agar Sri Sultan HB I melantik orang-orang yang dapat mengajar dan menuntun akhlak dan budi pekerti yang disebut 'Pathok' dan memilih 'Kenthol' (kepala Desa).
![]() |
"Setelah itu Sultan (HB I) mengangkat Pathok di Desa Mlangi, Plosokuning, Babadan Gedongkuning, Ringinsari Genthan, Demak Ijo, Klegum, Godean dan Jumeneng. Jadi Masjid Taqwa ini bukan Pathok Negoro tapi Ampilan Dalem," ucapnya.
Karena telah memberi nasehat tersebut, Kyai Fakih akhirnya dilantik menjadi kepala Pathok, dan dianugerahi tanah perdikan yang saat itu masih berupa hutan yang banyak ditumbuhi pepohonan. Selanjutnya, di atas tanah perdikan itu dibangun Masjid kecil yang saat ini dikenal dengan Masjid Taqwa.
"Selesai pembangunan Masjid, Kyai Faqih menghadap Sultan (HB I) untuk memberitahu di atas tanah perdikan sudah dibangun Masjid. Setelah itu Sultan memberi nama lokasi itu dengan nama 'Wa Ana Karoma' yang maksudnya supaya benar-benar mulia. Tapi karena pelafalan masyarakat sini namanya jadi Wonokromo," ujarnya.
Rifai menuturkan, bahwa Masjid itu didirikan sekitar tahun 1700an. Untuk total luas masjid sendiri mencapai sekitar 5.000 meter persegi, dengan rincian bangunan masjid memiliki luas 750 meter persegi. Sedangkan untuk serambi memiliki luas 250 meter persegi, dan untuk halamannya memiliki luas 4.000 meter persegi.
![]() |
Pria yang sudah 10 tahun menjadi bagian rumah tangga Masjid Taqwa ini melanjutkan, penyematan nama Taqwa sendiri bukan dilakukan sejak berdirinya Masjid tersebut. Namun lebih tepatnya saat kepengurusan Masjid dipegang oleh Kiai Makmun.
"Masjid Taqwa itu yang memberi nama mbah saya, Kiai Makmun. Tapi kalau dari tahun berapa Masjid ini berubah nama jadi Masjid Taqwa saya tidak tahu," ucap Rifai.
Menurut Rifai, kata Taqwa mengandung pengertian umum untuk siapa saja. Maksudnya siapa saja, baik dari tingkatan Kiai hingga tingkatan orang awam boleh beribadah di Masjid tersebut. Karena jika menggunakan kata At-Taqwa memiliki artian bahwa masjid tersebut hanya boleh diperuntukkan untuk kalangan Kiai dan warga Wonokromo saja.
Masjid Taqwa sendiri, kata Rifai telah mengalami beberapa kali renovasi, mulai dari mengganti mustaka masjid dari kuwali tanah liat dengan mustaka dari kuningan saat ini. Bahkan, tiang penyangga masjid yang dahulunya terbuat dari kayu saat ini telah diganti dengan cor semen.
"Selain itu yang itu direnov seperti serambi masjid juga. Kalau yang betul-betul bawaan masjid saat didirikan dulu bedug di serambi itu, dan sampai saat ini masih digunakan sebagai tanda waktu salat," katanya.
Rifai menambahkan, selain masih mempertahankan penggunaan bedug sebagai tanda dimulainya waktu salat, Masjid Taqwa memiliki tradisi unik lainnya. Namun, tradisi unik tersebut tidak dilaksanakan pada Bulan Ramadan.
"Kalau tradisi khusus saat Ramadan tidak ada ya, paling hanya buka bersama saja. Tapi kalau hari biasa, apalagi hari Jumat selepas subuh itu buburan, maksudnya kita makan bubur putih pakai sayur bersama-sama," pungkas Rifai. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini