Terlahir dengan keterbatasan fisik, tak menghalangi pria kelahiran Majalengka, 5 Mei 1995 itu menghafalkan Alquran dalam waktu empat tahun di sebuah pondok pesantren di Cirebon pada 2014 lalu.
Bukan tanpa upaya, keluarga Nu'man pernah membawanya ke meja operasi. Namun saat operasi mata diklaim 80 persen berhasil, Nu'man kecil tak sabar membuka perban hingga akhirnya operasi itu gagal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kondisinya, Nu'man akhirnya menempuh pendidikan di sekolah luar biasa, Cimahi.
"Saat itu belum ada pikiran untuk menghafal Alquran, keluar dari SMA mau lanjut tapi enggak ada biaya, akhirnya saya diberi kesempatan mondok di Cirebon," ujarnya.
Di pondok pesantren, ia mulai bersahabat dengan Alquran. "Awalnya 10 juz, tapi lama-lama enak juga. Teman-teman lain di sana juga baik, selalu mendukung saya," katanya.
"Mau menghafal Alquran itu kuncinya satu, istiqomah, karena kadang suka mood enggak mood. Saya juga kadang kalau tidak mood, satu ayat pun tidak ada yang masuk," katanya.
Setelah lulus dari pesantren, Nu'man dipanggil kembali ke sekolahnya di Cimahi. Namun, kali ini sebagai pengajar. "Saya dipanggil oleh Ustaz Aep (Saefudin) untuk mendampingi beliau mengajar," katanya.
Kini ia pun bercita-cita untuk melanjutkan sekolah di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung (Unisba). "Kalau kemarin belum ada biaya, mudah-mudahan sekarang ada kemudahan," ucapnya.
Selain mengajar, Nu'man juga memberikan pembekalan kepada para pembaca Alquran Braille. Ia pun membagikan tips bagi para penghafal Alquran. "Harus sering membaca atau murajaah, minimal satu juz per hari," ujarnya. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini