"Perkembangan bibit siklon ini dalam waktu 12 jam terakhir relatif masih lamban. Namun bibit siklon tropis tersebut berpotensi menjadi siklon tropis," kata Dwikorita di kantornya, Jl Angkasa 1, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2019).
Saat ini bibit siklon itu memiliki kecepatan angin maksimum 20-30 knot dengan tekanan minimum hingga 1.000 hectopascal. Bibit siklon itu bergerak ke arah selatan-barat daya mendekati wilayah Timor Leste.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika bertransformasi menjadi siklon, kecepatannya akan meningkat menjadi 35 knot (65 km/jam). Setelah kemunculan bibit ini, terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi di Maluku bagian tenggara, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Timor Leste.
Dwikorita mengatakan dampak lainnya adalah munculnya angin kencang di NTT, Maluku, dan Papua bagian selatan. Selain itu, diperkirakan muncul gelombang tinggi sebagai berikut:
![]() |
- Gelombang dengan ketinggian 1,25-2,5 meter berpeluang terjadi di perairan selatan Ambon, perairan selatan Kepulauan Kei hingga Kepulauan Aru, perairan utara Kepulauan Tanimbar, Laut Arafuru bagian timur, serta Perairan barat Yos Sudarso.
- Gelombang dengan ketinggian 2,5-4 meter berpeluang terjadi di Laut Banda bagian utara, Perairan Kepulauan Babar hingga Kepulauan Tanimbar, Laut Arafuru bagian tengah.
- Gelombang dengan ketinggian 4-6 meter berpeluang terjadi di Laut Banda bagian selatan, kemudian perairan Kepulauan Sermata hingga Kepulauan Letti, serta Laut Arafuru bagian barat.
Di lokasi yang sama, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan bibit siklon dengan kode 93S ini diperkirakan hilang dalam waktu 24 jam. Meski demikian, dampak cuaca ini dirasakan hingga 11 Mei.
"Dari analisis terakhir kami, dia hidupnya tidak terlalu lama ya, hanya sekitar 24 jam. Namun bukan berarti setelah meluluh, dampaknya akan hilang. Kita perkiraan sampai tanggal 11 Mei itu potensi dampaknya masih ada karena dia memasuki pulau timur. Ini perkiraan badainya," kata Fachri. (jbr/gbr)