Penasehat hukum Bachtiar, Aziz Yanuar, mempertanyakan konstruksi hukum yang membuat kliennya tersangkut jerat TPPU. Ini penjelasan polisi.
"Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) didirikan pada 2014, tujuannya mengumpulkan uang untuk kepentingan agama, sosial dan kemasyarakatan. Dalam yayasan, sesuai Undang-undang Yayasan, ada Organ dan harta yayasan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat mengawali penjelasannya, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi mengatakan, organ adalah struktur kepengurusan yayasan. Sementara harta adalah uang yang ada di rekening bank yayasan.
"Organ itu terdiri dari pembina yayasan dan pengurus. Pengurus terdiri dari Ketua Umumnya berinisial AA, Sekretarisnya Tri, Bendaharanya Suwono, di bawahnya ada pengawas yaitu saudara Muin Hidayat," ujar Dedi.
Dedi mengaku dalam melakukan penyidikan kasus ini, penyidik telah meminta keterangan seluruh Organ YKUS. Merekalah yang mengetahui pengelolaan keluar dan masuknya uang yayasan.
Tonton video penjelasan Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di bawah.
"Sesuai Undang-undang Yayasan, seluruh pengelolaan harta yayasan ini harus seizin Organ Yayasan, tidak boleh berdiri sendiri. Faktanya, Ketua Umum Yayasan Keadilan Untuk Semua yang berinisial AA memberikan surat kuasa kepada BN (Bahctiar Nasir) untuk membuka rekening bank atas nama yayasan untuk mengumpulkan uang dari masyarakat," jelas Dedi.
"Terkumpulah uang dari masyarakat, Organ lainnya tidak tahu. Kuasa membuka rekening bank atas nama yayasan ini di-bypass langsung oleh Ketua Umum. Karenanya Ketua Umum dijadikan tersangka dengan sangkaan Pasal 372, 374 KUHP serta Undang-undang Yayasan," imbuh Dedi.
Dedi menjelaskan uang yang terkumpul di rekening bank YKUS yang diketahui Organ Yayasan dipindahkan oleh Bachtiar ke rekening bank YKUS yang dibuatnya. Seiring waktu, Bachtiar memerintahkan stafnya yang bernama Marlinda untuk menarik uang tersebut dari rekening YKUS yang dia buat.
"Karena Ketua Umum memberikan kuasa kepada BN, BN mengambil uang tersebut dengan menyuruh stafnya berinisial M. M sudah diperiksa sebagai saksi. Saat itu terkumpul sekitar Rp 2,139 miliar," terang Dedi.
"Jadi rekening pertama rekening penampung milik yayasan, setelah uang tertampung, lalu dibuat rekening baru atas nama yayasan juga, tapi rekening baru ini tanpa sepengetahuan Organ Yayasan Keadilan Untuk Semua. Jadi ada dua rekening atas nama yayasan itu," tambah Dedi.
Dedi menuturkan Bachtiar lalu menyuruh Marlinda mencairkan dana dalam rekening yayasan yang dibuatnya. Saat proses pencairan, mereka mendapat kendala karena Undang-undang Perbankan Syariah memiliki aturan dana Rp 1 miliar ke atas hanya bisa dicairkan di kantor cabang tempat rekening dibuat.
"Dalam jumlah di atas Rp 1 miliar itu ngambilnya harus di bank yang sama, yang cabang tempat rekening dibuka, tidak boleh mengambil di cabang lain. Disitulah (seseorang berinisial) I masuk untuk mempermulus pencairan. Sesuai Undang-undang Bank Syariah, I tidak taat SOP," tutur Dedi.
Masih kata Dedi, I lalu menyerahkan uang tersebut kepada Marlinda dan Marlinda melakukan pembayaran semua kebutuhan Bachtiar. "Makanya BN dikenakan selain Pasal 372, juga Pasal TPPU. Yang paling penting, letak pelanggaran adalah semua pengelolaan harta yayasan tidak seizin Organ Yayasan. Itu pasal pokok yang dilanggar."
Dalam pemeriksaan, Organ Yayasan mengaku tak mengetahui Bachtiar Nasir membuka rekening atas nama Yayasan Keadilan Untuk Semua. Mereka pun tak tahu dana yayasan digunakan untuk keperluan apa saja.
"Organ Yayasan tidak tahu. Tidak tahu untuk rekening lain dan duitnya digunakan untuk kegiatan apa juga tidak tahu. Saksi sudah kita mintai keterangan, terdiri dari ahli analisa keuangan, 3 orang ahli yayasan, ahli pidana. Mereka menyebut apa yang dilakukan itu pelanggaran," tutup Dedi.
Bachtiar Nasir Tersangka, FPI: Kriminalisasi Ulama Babak Baru!:
(aud/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini