"Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan yaitu adanya perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan di mana terbukti atau tidaknya ada perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan itu diserahkan kepada penilaian hakim," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Rabu (8/5/2019).
Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah karena penilaian soal adanya permulaan pelaksanaan, khususnya berkenaan dengan perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan, diserahkan kepada penilaian hakim lalu berarti tidak ada kepastian hukum? MK berpendapat keadaan demikian bukan berarti menunjukkan adanya ketidakpastian hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari maxim inilah diterima ajaran tentang penemuan hukum oleh hakim yang dapat dilakukan melalui penafsiran hukum (legal interpretation) maupun melalui konstruksi hukum (legal construction).
Penerimaan maxim ius curia novit atau iura novit curia di negara-negara penganut tradisi civil law karena penganut tradisi civil law sangat bergantung pada keberadaan hukum tertulis, khususnya undang-undang. Padahal UU tidaklah sempurna sehingga timbul kebutuhan untuk melengkapi ketidaksempurnaan itu, peran hakim dibutuhkan untuk melengkapinya melalui putusannya dalam kasus-kasus konkrit yang diajukan
kepadanya.
"Kedua, ditinggalkannya adagium klasik bahwa hakim adalah semata- mata corong undang-undang," tegas MK.
Oleh karena itu, mendalilkan ada ketidakpastian hukum terhadap suatu istilah hukum semata-mata dikarenakan istilah hukum dimaksud penilaiannya diserahkan hakim sama artinya dengan menolak ius curia novit yang secara a contrario berarti menerima adagium bahwa hakim hanyalah corong UU.
"Jadi, persoalannya bukanlah terletak pada ada atau tidak adanya pengertian 'makar' melainkan pada pembuktian perihal ada atau tidaknya niat berupa permulaan pelaksanaan yang mencakup perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan untuk masing-masing jenis atau kategori perbuatan makar di atas. Dengan kata lain, persoalannya merupakan persoalan implementasi, bukan persoalan konstitusionalitas," pungkasnya.
Belakangan, pasal makar kembali mengemuka terkait seruan people power. Beberapa pihak sudah diperiksa Mabes Polri terkait hal itu.
"Hasutan/tindakan/perbuatan 'people power' dengan maksud memobilisasi massa untuk menggulingkan pemerintahan yang sah adalah tindakan inkonstitusional yang dapat dijatuhi sanksi hukum," kata Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Yenti Garnasih.
Awas! Kapolri Tegaskan Ada Ancaman Pidana soal People Power:
(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini