Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif Komite Ekonomi Industri Indonesia (KEIN) Irfan Wahid mengatakan, pendidikan di era digital harus fokus pada proses, pola pikir, pilihan profesi pasca sekolah yang mulai bervariasi, dan literasi digital.
"Zaman sudah berubah. Semua sektor mengalami disrupsi. Pola pendidikan juga berubah. Dulu, pendidikannya konvensional. Sekarang menjadi lebih komunal karena sumber pengetahuan tak hanya dari guru dan satu arah," kata Ipang Wahid, panggilan akrab Irfan Wahid, Kamis (2/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paling tidak, kata Ipang, ada empat hal yang perlu diberi perhatian khusus oleh para pendidik dan stakeholder. Pertama, interactive learning dalam pola pengajaran.
"Budaya pengajaran yang searah sudah sangat ketinggalan zaman, karena sumber pengetahuan sekarang bisa dari mana saja. Budaya ini akan membuat generasi baru ke depan terbiasa mempertahankan sikap dan sanggup berargumentasi. Juga terbiasa mencari dan menguji pengetahuan yang mereka dapatkan," katanya.
Siswa yang lahir dari interactive learning, kata Ipang, justru lebih memiliki imunitas terhadap hoaks. Sebab, mereka tidak gampang percaya. Akan selalu mengujinya.
"Dulu, tak semua orang bisa mengakses sumber pengetahuan. Sekarang, sumber bisa dari mana saja. Ketika sumber melimpah, maka kualitas konten-termasuk di dalamnya akurasi, kredibilitas, dan reputasi-yang akan menentukan," kata Ipang yang merupakan putra KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) sekaligus cicit pendiri NU KH Hasyim Asyari.
Yang kedua, kata Ipang, adalah menanamkan pola pikir kreatif sejak dini. Anak-anak harus diajari bahwa mereka bisa menyelesaikan persoalan dengan banyak cara. Dan dalam semua proses pemecahan masalah, semua metode dihargai.
"Tujuannya, men-stimulate terobosan-terobosan baru," ujar Ipang yang merupakan sosok di balik sejumlah iklan politik Jokowi yang kerap viral.
Ketiga, kata Ipang, adalah berwirausaha sejak dini. Mindset wirausaha harus ditanamkan karena melatih anak-anak untuk mampu berpikir mandiri secara kreatif. Apalagi, di dunia digital, startup tumbuh sangat pesat. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia dari sektor kreatif pada 2018 saja sudah tembus Rp 1.000 triliun.
"Tren anak sekarang adalah memiliki start up sendiri. Terlepas dari masih minimnya startup yang sukses. Tapi, fenomena ini bisa menumbuhkembangkan budaya mandiri dan kewirausahaan. Ujungnya, apalagi kalau bukan bisa sukses menjadi UMKM yang berhasil. Mereka juga harus paham bahwa paradigma entrepreneurship saat ini yang sedang berkembang pesat adalah sharing economy," katanya.
Keempat, kata Ipang, literasi digital. Semua anak mulai dari kecil hingga besar harus melek digital. Sebab, sekarang semua hal sudah berplatform digital.
"Karenanya pendidikan, baik umum maupun pesantren, harus sudah mengajarkan mata pelajaran yang berhubungan dengan literasi digital. Baik itu dengan kemunculan artificial intelligence, bitcoin, cryptocurrency, virtual reality, dan lain lain," katanya. (ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini