Hal tersebut dilakukan karena terjadi perbedaan data antara KPU dengan saksi saat rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan. Akibatnya petugas harus membuka kembali satu per satu surat suara.
"Sejauh ini baru ada 12 TPS yang melakukan penghitungan ulang, ada di semua kecamatan, kecuali Serengan," kata Komisioner Divisi Sengketa Bawaslu Surakarta, Arif Nuryanto, Senin (22/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penghitungan ulang dilakukan bukan karena adanya temuan kecurangan. Namun suara perlu dihitung kembali karena kesepakatan antara saksi dengan petugas.
Komisioner Divisi Teknis Bidang Penyelenggaraan KPU Surakarta, Suryo Baruno, juga mengatakan bahwa penghitungan ulang merupakan hal yang biasa dilakukan. Hal itu dilakukan jika terjadi keraguan dalam rekapitulasi form C1.
"Awalnya petugas bersama saksi merekapitulasi form C1. Ketika ada perbedaan angka dan diragukan maka harus dibuka kembali surat suaranya," ujar Suryo.
Perbedaan angka yang dimaksud, biasanya terjadi di form C1 untuk Pileg. Sedangkan pada Pilpres, menurutnya tidak terjadi perbedaan angka.
"Biasanya angka yang diterima saksi berbeda dengan C1 hologram. Kalau dicocokkan dengan form milik saksi lain sudah bisa, tidak perlu membuka surat suara lagi," katanya.
Masalah lainnya, perbedaan angka juga kerap muncul pada jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Biasanya, jumlah suara sah dan tidak sah melebihi jumlah DPT.
"Misalnya ada pemilih nyoblos partai dan nama caleg, itu dihitung dua, padahal harusnya dihitung satu suara ke caleg saja. Makanya jumlahnya melebihi DPT," ujar dia.
Saat ini, proses rekapitulasi masih berlangsung di tingkat kecamatan. Sedangkan Data Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU Surakarta hingga siang ini sudah masuk sekitar 30 persen.
Simak Juga "KPU Catat 2.249 TPS Bermasalah di Pemilu 2019":
(bai/mbr)