"Pertama saya jelaskan bahwa ini adalah Made Jayantara dan Sandoz. Uangnya oleh Jayantara, Sandoz, Candra Wijaya 50 persen dari total itu tuh untuk Sandoz, sisanya 50 persen kami bertiga," kata Alit saat digiring masuk ke tahanan Mapolda Bali, Jl WR Supratman, Denpasar, Bali, Kamis (11/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak tahu, karena awal perjanjian ini adalah Sutrisno Lukito dan Sandoz. Awal kesepakatan ini adalah kesepakatan antara Sutrisno Lukito dan Sandoz bukan dengan saya, saya diminta sebagai pengganti, menggantikan posisi Sandoz. Karena beliau anak gubernur saat itu, maka saya diminta untuk menggantikan posisi beliau," ujar Alit.
Dalam kasus ini Alit mengaku menyetor duit ke Sandoz senilai Rp 7,5 miliar dan USD 80 ribu (senilai Rp 800 juta); Made Jayantara senilai Rp 1,1 miliar; dan Candra Wijaya senilai Rp 4,6 miliar.
Polisi menyebut sudah memeriksa tiga orang saksi dalam perkara ini yaitu J, C, dan S. Polisi tidak mau mengungkap identitas dari para saksi tersebut dan menyebut mereka adalah pihak swasta.
"Tidak tahu, dia sebagai saksi. Kata tersangka saudara S itu juga mendapat aliran dana. Menurut Alit bahwa saya menyerahkan dana itu ke S untuk kapasitas dia (S) memberi saran petunjuk arahan pihak-pihak mana saja yang berkompeten mengurus perizinan ini," jawab Andi saat ditanya apakah S merupakan anak Mangku Pastika.
Saat ini polisi masih memeriksa keterangan para saksi. Tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka lainnya.
"Dengan kasus ini saya akan dalami kalau ada potensi tindakan pidana korupsinya, karena ini menyangkut pelayanan publik karena perizinan kan pemerintah saya akan melakukan pelaporan informasi untuk dikaji di krimsus. Karena dana Rp 16 miliar kalau digunakan kepada pihak yang lain bisa masuk ke korupsi, kalau dinikmati sendiri ya cukup penipuan atau penggelapan," tuturnya.
Kasus penipuan yang melibatkan Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra berawal dari Januari 2012. Saat itu pelapor, Sutrisno Lukito Disastro berminat untuk investasi di pengembangan di kawasan Pelabuhan Pelindo Benoa.
Dalam kesepakatan itu disetujui Sutrisno menyetorkan biaya operasional senilai Rp 30 miliar. Pembayaran pun sudah dilakukan dua termin dengan total Rp 16 miliar. Setelah uang itu dikeluarkan, izin pun tak keluar dari gubernur. Padahal Uang Rp 16 miliar sudah dikucurkan dan sudah berjalan 6 bulan,
"Kami sudah melakukan pemeriksaan Pelindo III sebenarnya. Dari Pelindo mengatakan kami itu hanya tempat diadakan pengembangan misal reklamasi dan sebagainya, tapi proyeknya di Kementerian Perhubungan di pusat. Mereka mengatakan di tahun 2012 kami tidak ada mau kerja sama dengan pihak ketiga, kami BUMN ada dana negara sendiri. Kami berpikir mungkin saja itu proses penipuannya, sekaan-akan bisa bekerja sama dengan Pelindo tapi Pelindo tidak menginginkan bekerja sama dengan pihak ketiga, buktinya pengembangan sudah berjalan dan proses lelang sudah berjalan di kementerian," tutur Dirkrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan.
detikcom sudah mencoba menghubungi pihak dari pihak I Made Mangku Pastika. Namun, belum ada respons baik dari telepon mau pun dari pesan Whatsapp. (rvk/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini