Ditemui detikcom di Pengungsian Shalter Dayeuhkolot, Minggu (7/4/2019), Titi mengaku pasang surut banjir yang terjadi akibat luapan Sungai Citarum membuatnya dan suami, Wahyu (70) serta dua cucunya bertahan di pengungsian.
"Sudah satu bulan, banjirnya surut datang lagi, surut lagi, gitu terus. Saya belum pulang karena sekarang masih terendam, kalau banjir surut juga lumpurnya tebal jadi harus nunggu benar-benar surut banjirnya," kata Titi.
Ia mengungkapkan, bila banjir melanda ketinggian air di rumahnya yang berada di RT 05 RW 04 Kampung Bojongasih, Desa/Kecamatan Dayeuhkolot hampir mencapai atap rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Selama ia tinggal di pengungsian, Titi kerap mengeluhkan masalah kesehatan. Pasalnya, selama tinggal di pengungsian ia hanya tidur di atas matras.
"Keluhan ada, sakit kaki, gatal, kedinginan. Ada pengobatan mah (gratis) di Polindes setiap hari Jumat," ujarnya.
Lain hanya dengan Tana (42), ia bersama istri dan sembilan anggota keluarganya sudah tinggal selama tiga minggu di pengungsian.
"Sudah tiga Minggu, rumah masih banjir, ketinggiannya seleher," ujarnya.
"Tiga Minggu itu bolak-balik, banjir datang ngungsi, kalau surut balik ke rumah, banjir lagi, ngungsi lagi," jelasnya.
Dari data yang dihimpun di pengungsian, ada 60 KK yang tinggal di Shalter Dayeuhkolot dengan jumlah jiwa sekitar 200 jiwa.
Sejak banjir besar yang terjadi empat hari lalu, hari ini sejumlah warga ada yang kembali ke rumahnya untuk melakukan pembersihan sisa banjir.
(ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini