Hal itu diungkapkan oleh dosen IAIN Kudus, Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd. Ia menceritakan pengalaman pribadinya saat menjadi salah satu calon Ketua STAIN Kudus periode 2017-2021.
Saat itu ada 3 kandidat yaitu dirinya, kemudian petahana Dr. Fathul Mufid, dan Dr Mudzakir, M.Ag. Panitia seleksi lokal menyatakan Mudzakir tidak memenuhi administrasi. Namun muncul surat dari Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI yang ditujukan kepada Plt Ketua STAIN Kudus nomor 2176/Dj.I/Kp.07.06/06/2017 yang membuat Plt Ketua memasukkan lagi nama Mudzakir untuk ikut tahap seleksi selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya dari penilaian Senat Akademik STAIN Kudus, nilai Mudzakir terendah namun ternyata dilantik oleh Menteri Agama sebagai Ketua STAIN Kudus. Pada tahun 2018 STAIN berubah menjadi IAIN sehingga jabatan Mudzakir saat ini adalah Rektor IAIN Kudus periode 2018-2022.
"Apa yang saya alami saat proses suksesi STAIN Kudus tahun 2017 tersebut saya anggap hanya menimpa saya saja sehingga tidak tertarik menyampaikan kepada publik. Tetapi setelah KPK melakukan OTT terhadap RMY 15 Maret 2019 dan berdasarkan konferensi pers terkait jual beli jabatan di Kemenag, saya teringat pengalaman saya," tandas Saekan.
Ia juga mengaku pernah juga ditelepon dari oknum Kemenag ketika proses pemilihan Ketua IAIN Kudus dan disambungkan kepada orang yang diperkenalkan bernama Rommy. Namun Saekan menegaskan dirinya tidak kemudian menghubungi telepon tersebut dengan jual beli jabatan Ketua IAIN Kudus.
"Teman-teman di Jakarta tolong diamankan, ya," kata Saekan menirukan suara orang yang diperkenalkan sebagai Rommy.
"Suaranya mirip RMY yang itu," imbuhnya.
Kemudian telepon tersebut kembali kepada oknum yang menghubungi. Oknum itu kemudian bertanya soal proyek pembangunan Gedung Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
"Setelah RMY bilang begitu ke saya, terus telepon diserahkan kepada oknum pejabat Kemenag. Oknum tersebut tanya tentang proyek SBSN dan juga sempat bilang tahun depan Insya Allah dapat proyek SBSN," jelasnya.
Dosen pasca sarjana tersebut tidak menyebut pembicaraan singkat dengan pria bernama Rommy itu jelas merujuk soal jabatan ketua IAIN atau SBSN.
Ia sempat mengungkapkan pengalamannya itu ke sebuah media dan menurutnya sangat berdampak. Dia merasa dibully karena sudah membagikan pengalamannya itu.
"Saya memberikan testimoni tentang pengalamamn saya pribadi ketika proses suksesi 2017. Saya menampaikan pengalaman pribadi tidak menuduh dan menyebut siapapun. Setelah dimuat di media massa saya merasa diintimadisi rektor saya, Maka lapor ke komisi ASN, LPSK, dan Irjen Kemenag Pusat," jelasnya.
Dalam WA Grup, Saekan dianggap merusak marwah lembaga, pengecut, dan lainnya. Muncul juga petisi yang disebar ke dosen dan pegawai di IAIN Kudus yang menuntutnya minta maaf. Saekan merasa apa yang dilakukan terhadapnya itu merupakan penggiringan opini negatif dan pembunuhan karakter.
"Sikap yang aneh dan lucu. Padahal pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 menghargai dan mengapresiasi siapa saja yang melaporkan atau menyampaikan informasi tentang dugaan tindak pidana korupsi," tegas dosen yang sudah mengabdi 20 tahun itu.
pemilihan
Kuasa hukum Saekan, Boyamin Saiman mengatakan pihaknya sudah lapor ke Kejaksaan Negeri Jawa Tengah. Dari informasi yang diperoleh Kejati sudah langsung bergerak ke IAIN Kudus.
"Minggu kemarin sudah lapor Kejati dan hari ini dilengkapi dokumen. Kejati sudah cek ke IAIN Kudus," kata Boyamin.
Selain itu Boyamin juga bermaksud mengajukan kliennya itu sebagai saksi dalam kasus Rommy. Kliennya sudah sempat dihubungi oleh KPK pasca menceritakan pengalaman dalam pemilihan Ketua IAIN 2017-2021.
"Fakta pernah dihubungi namanya Rommy, saya dorong jadi saksi di KPK," ujar Boyamin.
Rommy: Posisi Saya Memang 'Most Wanted',Simak Videonya:
(alg/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini