"Saya semula kaget karena MUI masuk dalam ranah politik. Tapi kita berpikir positif. Fatwa MUI tentu punya maksud dan tujuan yang baik karena masyarakat harus peduli dan terlibat aktif dalam pemilu," ujar Riza dalam keterangannya, Senin (1/4/2019).
Namun, Riza menjelaskan, dalam UU, disebutkan bahwa warga negara memiliki hak memilih dan dipilih. Tidak ada kata haram untuk tidak memilih dan tidak bisa diperkarakan, disalahkan, bahkan dipidana. "Karena ini menyangkut hak, bukan kewajiban. Fatwa ini bisa mendorong partisipasi masyarakat," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara rasional partisipasi pemilih akan meningkat karena dalam pemilu ini semua timses capres dan cawapres, timses caleg, dan partai politik ikut bekerja secara bersamaan. Apalagi ada coattail effect," ujarnya.
Di samping itu, anggota MPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan dalam UUD dan UU disebutkan tentang pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Sekarang dimasukkan lagi tentang pemilu yang berintegritas.
"Untuk memahami substansi pemilu ini maka sebenarnya diperlukan keterlibatan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih," katanya.
Jika pemilu ini ingin berhasil dan berintegritas, lanjut Rambe, perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat untuk memilih secara benar. "Sistemnya harus berintegritas, penyelenggara dan aturannya juga berintegritas. Para pemilih juga harus punya integritas," tegasnya.
Baca juga: Antara Fatwa Haram Golput dan KH Ma'ruf Amin |
Sementara itu, Prof Huzaimah T. Yanggo dari MUI meluruskan tentang fatwa golput haram. Menurut Huzaimah, MUI tidak mengeluarkan fatwa tentang golput. "Fatwa golput haram adalah bahasa dari wartawan saja. Fatwa yang dikeluarkan MUI merupakan fatwa tentang wajib memilih," jelasnya.
Ketika ada pemimpin yang memenuhi syarat sesuai ajaran Islam, lanjutnya, seseorang diwajibkan untuk memilih. Persyaratan pemimpin adalah seorang yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), amanah (bisa dipercaya), tabligh (aktif dan aspiratif), fathonah (mempunyai kemampuan), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.
"Jadi fatwa MUI itu adalah kewajiban memilih pemimpin dengan syarat-syarat itu. Tidak harus semua syarat, sebagian syarat saja kita wajib memilih. Fatwa itu tidak menyebutkan soal golput, tetapi kewajiban untuk memilih," pungkasnya.
Simak Juga 'MUI Haramkan Golput, Begini Tanggapan Cak Nun':
(idr/idr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini