"Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Program Profesi Advokat seperti hendak mengambil alih kewenangan dan mencampuri kemandirian organisasi profesi advokat," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (4/1/2019).
Dengan merujuk pada Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 95/PUU-IX/2016, Kementerian Ristekdikti bermaksud untuk merancang Pendidikan Khusus Profesi Advokat dalam format Program Profesi Advokat yang akan memakan waktu 1 tahun (2 semester). Permenristekdikti tersebut juga mengatur bahwa mahasiswa yang lulus dari program ini akan memperoleh gelar advokat dan sertifikat profesi advokat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai ketentuan tersebut menunjukan bahwa profesi advokat merupakan profesi yang mandiri yang diberi kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri (self regulating). Hal ini diperkuat dengan bunyi ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang menyebut bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi yang bebas dan mandiri, dengan maksud untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.
"Tidak hanya itu, Permenristekdikti tersebut juga dapat mempersulit akses seseorang untuk menjadi advokat, terutama dari segi biaya," cetus Asfinawati.
Baca juga: Menristekdikti 'Caplok' Pendidikan Advokat |
Selain itu, jumlah perguruan tinggi di suatu wilayah akan menentukan pula akses yaitu banyak atau sedikitnya program tersebut. Hal ini akan semakin memperlebar jumlah advokat di kota-kota besar atau pulau-pulau tertentu dengan jumlah advokat di daerah yang jauh atau pulau-pulau terluar Indonesia.
"Dalam jangka panjang aturan ini akan berdampak pula pada menurunnya jumlah ketersediaan advokat yang bersedia memberikan bantuan hukum, baik dengan bayaran kecil atau bahkan cuma-cuma," kata Asfinawati.
YLBHI menyatakan Permenristekdikti 5/2019 jauh dari semangat akses keadilan yang merupakan mandat Konstitusi serta telah menjadi komitmen pemerintah seperti tercermin dalam Ranham dan SDGs.
"Presiden perlu mengevaluasi kinerja Menristekdikti terkait penerbitan Permenristekdikti 5/2019 dan memerintahkan pencabutan peraturan tersebut. Menristekdik perlu meninjau ulang Permenristekdikti 5/2019 dan menerbitkan peraturan baru untuk mencabutnya," pungkas Asfinawati. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini