Kala itu, KPU menetapkan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 dan Jokowi-JK mendapatkan 70.997.833. Versi Prabowo, ia mengklaim berhasil mengantongi 67.139.153 sedangkan Jokowi hanya memperoleh 66.435.124 suara.
Berikut pertimbangan MK memenangkan Jokowi, sebagaimana detikcom rangkum dari putusan MK, Minggu (31/3/2019):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prabowo mendalilikan Gubernur Jateng menguntungkan Jokowi.
"MK menyatakan bukan kewenangan MK untuk menjatuhkan sanksi kepada Gubernur Jateng," demikian putusan MK.
Selain itu, Prabowo juga tidak bisa membuktikan adanya tindak lanjut surat Gubernur Jateng dan pengaruh Gubernur Jateng ke hasil suara.
Lebih lanjut, Prabowo mendalilkan Gubernur Kalteng juga membuat surat kepada Ketua Adat Dayak untuk memilih Jokowi.
"Agak sulit memisahkan kedudukan Teras Narang sebagai Gubernur dengan kedudukannya sebagai Presiden Majelis Adat Nasional. Apabila ada dugaan pelanggaran hukum, maka hal tersebut di luar kewenangan MK untuk mengadilinya," ujar MK.
2. Rekayasa Penyelenggara
Prabowo mendalilkan pada pokoknya Jokowi sengaja menggunakan tinta yang mudah dihapus, sehingga terjadi mobilisasi masyarakat untuk dapat melakukan pencoblosan lebih dari satu kali. MK lagi-lagi menolak dalil tersebut.
"Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa tinta yang mudah dihapus tersebut ada, karena bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak ada satu pun contoh tinta yang mudah dihapus. Dengan demikian menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," cetus MK.
3. Politik Uang
Prabowo mendalilkan telah terjadi politik uang yang bertujuan untuk memenangkan Jokowi di berbagai daerah. MK juga menolak argumen tersebut.
"Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon tidak berdasar dan tidak dibuktikan oleh kesaksian saksi yang diajukan dalam persidangan, serta tidak disertai oleh alat bukti lain yang memadai. Pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas siapa pelaku dan siapa penerimanya, kapan, dimana terjadinya, dan berapa jumlahnya. Selain itu, tidak dapat dipastikan terjadinya politik uang tersebut akan mempengaruhi pilihan pemilih dan signifikan terhadap perolehan suara," ujarnya.
Kesimpulan MK
MK menyatakan dalil Prabowo telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, tidak terbukti menurut hukum. MK juga menyatakan tidak terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan memengaruhi perolehan suara Prabowo sehingga melampaui perolehan suara Jokowi.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum," ucap majelis pada 21 Agustus 2014.
Sebelumnya, Direktur Puskapsi Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono mengingatkan era Orde Baru yang tidak memiliki MK. Kala itu, suka tidak suka, hasil pemilu harus diterima.
"Jangan lupa juga adanya mekanisme penyelesaian sengketa hasil Pemilu di MK juga belajar dari pengalaman pemilu pada Era Orde baru yang tidak mengenai mekanisme keberatan peserta ke pengadilan atas hasil Pemilu dalam hal ditemukan dugaan adanya kecurangan oleh penyelenggara. Sehingga pada era Orde Baru hasil Pemilu harus diterima oleh peserta tanpa ada peluang membawanya ke pengadilan," ujar Bayu.
Tonton juga video Jika Ada Kecurangan, Amien Rais: Tidak ke MK, Kita People Power :
(asp/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini