Kontroversi Fatwa Haram Golput

Round-Up

Kontroversi Fatwa Haram Golput

Usman Hadi - detikNews
Rabu, 27 Mar 2019 08:43 WIB
Foto: Ilustrasi oleh Zaki Alfarabi
Yogyakarta - Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), KRT H Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, menegaskan golongan putih (golput) di pemilu hukumnya haram. Fatwa haram ini berlaku sejak 2014 silam.

"Pilihlah wakil-wakil (di pemilu) yang memenuhi syarat itu wajib hukumnya. Memilih hukumnya wajib, golput hukumnya haram," jelas Muhsin, panggilan akrab KRT H Ahmad Muhsin Kamaludiningrat saat dihubungi detikcom, Selasa (26/3/2019).

Muhsin menjelaskan bahwa fatwa golput haram merupakan hasil ijtima' ulama di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, tahun 2014 lalu. Fatwa tersebut mewajibkan seorang muslim memilih pemimpin yang memenuhi salah satu dari empat syarat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keempat syarat yang dimaksud yakni siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (aspiratif dan komunikatif), dan fathonah (cerdas atau memiliki kemampuan). Selain keempat syarat itu, fatwa MUI juga mengharuskan seorang pimpinan beriman dan bertakwa.



Saksikan juga video 'Beda Pandangan MUI dan Fadli Zon soal Golput':

[Gambas:Video 20detik]


"Kan mereka (masyarakat) bisa melihat siapa (paslon) 01, 02, kualitasnya semua ada. Tinggal pilih saja mana yang (terbaik). Saya kira dari 01 dan 02 empat persyaratan itu meskipun tingkatannya beda-beda tapi pasti ada," ungkapnya

Fatwa golput haram dari MUI ini didukung Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY. Mereka sependapat dengan hukum golput haram dan memilih seorang pemimpin hukumnya wajib.

Ketua LBM PWNU DIY, Fajar Abdul Bashir, mengatakan dasar memilih pemimpin wajib adalah untuk menjaga kemaslahatan umat. Sebab, jika tak ada seorang pemimpin maka dikhawatirkan tidak terbentuknya pemerintahan di masyarakat.

"Jika tidak ada pemerintahan akan terjadi hukum rimba karena tidak ada yang mengendalikan. Karena dari sudut pandang agama pemerintahan Indonesia adalah sah. Pandangan ini didasarkan pada dua dalil," ungkapnya.


Dalil pertama merujuk kitab Al-Bidayah wan Nihayah karangan Ibnu Katsir yang menerangkan sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Sistem tersebut sama seperti pengangkatan Sayyid Ali bi Abi Thalib menjadi khalifah.

"Kedua, presiden terpilih Indonesia dilantik oleh MPR sebuah gabungan dua lembaga tinggi, DPR dan DPD. Dalam konsep Islam ini disebut ahlul hilli wal aqdi sebagaimana konsep Imam al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthoniyah," tuturnya.

Sementara Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Gita Danu Pranata, memilih hati-hati saat berbicara fatwa golput haram. Gita tak bisa berpendapat sendiri sebelum bermusyawarah dengan pengurus PWM DIY lainnya terlebih dahulu.

"Kalau tentang pandangan hukum (golput) kami tidak berani (memutuskan) sendiri ya. Nanti saya tanyakan ke bapak-bapak PWM yang memahami tentang fikih," ujar Gita.

"Tapi kalau dari Muhammadiyah menyarankan untuk mohon tidak golput itu jelas memang disarankan, dianjurkan. Tapi kalau sampai ke haram itu kita belum berani memberikan opini," lanjutnya.


Fatwa golput haram dari MUI menuai kontroversi, publik ada yang setuju dan ada yang tidak. Soal kontroversi fatwa golput haram juga sempat disinggung Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon.

"Kalau dibilang haram itu nanti akan bikin kontroversi baru. Jangan kemudian membuat fatwa yang nanti orang tidak akan mengikuti," ucap Fadli di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (26/3).


Ikuti perkembangan Pemilu 2019 hanya di detik.com/pemilu

[Gambas:Video 20detik]

(ush/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads