MUI Nilai RUU P-KS Penting: Agar Warga Tak Masuk ke Praktik Menyimpang

MUI Nilai RUU P-KS Penting: Agar Warga Tak Masuk ke Praktik Menyimpang

Muhammad Fida Ul Haq - detikNews
Senin, 25 Mar 2019 14:35 WIB
Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan. (Fida-detikcom)
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih melakukan kajian terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). MUI menilai RUU P-KS penting agar masyarakat dapat memahami kategori penyimpangan seksual.

"Jadi UU ini sebenarnya lebih kita ingin melihat bagaimana masyarakat agar tidak masuk kepada sebuah praktik yang jelas-jelas menyimpang. Ya seperti perzinaan itu kan menyimpang, perkawinan sejenis menyimpang, seksual bebas menyimpang itu. Jadi penyimpangan-penyimpangan ini harus dicegah. Ada pun KUHP yang sekarang itu belum tegas mengatur itu," kata Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amirsyah mengatakan kajian masih terus dilakukan oleh tim dari MUI. Pihaknya berjanji akan segera menyerahkan kajian tersebut ke DPR.

"Tim melakukan kajian dan mudah-mudahan tim yang sudah intens 2-3 bulan ini mengkaji," jelasnya.



Sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Euis Sunarti, menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual(PKS) disahkan. Menurut Euis, RUU tersebut seolah melegalkan pelacuran karena tidak mengatur larangan perzinaan dalam RUU P-KS itu.

"Yang dipersoalkan dalam RUU ini adalah pemaksaannya atau ketiadaan persetujuannya itu. Ketiadaan persetujuan untuk aborsi, itu dikatakan kekerasan, dikatakan pemaksaan. Tetapi aborsinya, pelacurannya tidak dianggap sebagai sesuatu bermasalah sehingga kalau itu dilakukan karena suka atau karena setuju itu nggak bermasalah dalam RUU ini," kata Euis saat berbincang, Kamis (14/2).

Euis dulu pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 silam. Saat itu, salah satu poin gugatannya adalah meminta LGBT dipidana.

Kembali ke pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Euis menuturkan dalam setiap pasal dalam RUU P-KS memang tak tertuang bahwa perzinahan dan LGBT tidak dilarang. Namun, ia menilai, bunyi dari Pasal 1 dan 11 RUU P-KS itulah yang seolah-olah mengizinkan perzinahan dan LGBT.

Pasal 1 RUU PKS menjelaskan definisi tentang kekerasan seksual, penghapusan kekerasan seksual, korban, saksi hingga penanganan peritiwa kekearasan seksual. Sementara Pasal 11 mengatur tentang tindakan yang masuk kategori pidana kekerasan seksual.

"Jadi artinya tidak ada di dalam pasal di RUU (P-KS) ini pro-zina, pro-LGBT, tidak ada pasal yang vulgar seperti itu dan nggak mungkin. Tapi Pasal 1 kemudian Pasal 11 diuraikan lagi di pasal-pasal berikutnya itu justru membuka ruang untuk terjadinya pemaknaan seperti itu. Selama itu disetujui, selama itu adalah suka, maka dia tidak menjadi masalah. Nah itu yang kami keberatan," jelasnya.


Simak Juga "Korban Pelecehan Dewas BPJS-TK Minta RUU PKS Disahkan":

[Gambas:Video 20detik]

(fdu/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads