'Caplok' Pendidikan Advokat, Menristek Lawan Putusan MK?

'Caplok' Pendidikan Advokat, Menristek Lawan Putusan MK?

Andi Saputra - detikNews
Senin, 25 Mar 2019 13:16 WIB
Pelantikan Advokat (rachman/detikcom)
Jakarta - Menristekdikti mengeluarkan Peraturan Menristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat. Permenristekdikti itu berlawanan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diselenggarakan paling kurang selama 2 semester setelah menyelesaikan Program Sarjana dengan beban menyelesaikan belajar paling kurang 24 (dua puluh empat) Satuan Kredit Semester (SKS)," demikian bunyi Pasal 3 ayat 1 sebagaimana dikutip detikcom, Senin (25/3/2019).

Masa studi program profesi advokat maksimal 3 tahun.

"Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan sebagai program lanjutan yang terpisah atau tidak terpisah dari Program Sarjana," ujar Pasal 3 ayat 3.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, MK (MK) tegas menyatakan yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Advokat, adalah Organisasi Advokat sendiri.

"Kewenangan untuk menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) adalah organisasi advokat, sebagaimana dipertimbangkan dalam paragraf [3.12], dan ujian yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f UU Advokat tersebut adalah ujian yang berkenaan dengan profesi, maka sebagai organisasi profesi, organisasi advokatlah yang berhak untuk menyelenggarakan ujian dimaksud," ujar MK dalam Putusan Nomor 95/PUU-XIV/2016 yang dikutip detikcom, Senin (25/3/2019).

Menurut MK, hak organisasi advokat menyelenggarakan PKPA didasarkan pada Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang pada intinya menegaskan Organisasi Advokat dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah untuk menjaga peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan UU Advokat, maka penyelenggaraan PKPA memang seharusnya diselenggarakan oleh organisasi atau wadah profesi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan di atas," papar MK.

Oleh sebab itu, MK memutuskan Pendidikan Advokat diselenggarakan oleh Organisasi Advokat, tetapi harus bekerjasama dengan kampus.

"Yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B," putus MK pada 23 Mei 2017.

Lalu bolehkan Peraturan Menteri bertentangan dengan Putusan MK?

"Tentu tidak boleh," kata ahli hukum tata negara UGM, Oce Madril kepada detikcom.

Menurut Oce, Putusan MK menekankan bahwa PKPA diselenggarakan oleh Organisasi Advokat. Dalam penyelenggaraannya organisasi advokat harus bekerjasama dengan fakultas hukum minimal terakreditasi B.

"Bukan sebaliknya, bukan perguruan tinggi yang menyelenggarakan. Jadi tidak tepat jika menjadi program profesi S2. Mestinya teknis PKPA diatur oleh organisasi advokat bersama dengan mitra Fakultas Hukum," cetus Oce. (asp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads