"Itu sama saja nangkep nyamuk pakai granat. Dari filosofi dasar saja sudah berbeda. Definisi terorisme itu merupakan puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence, yang menimbulkan ketakutan massal. Oleh karena itu, penanganannya dilakukan oleh detasemen khusus. Sedangkan hoax itu menurut kami menyangkut soal informasi dan penggunaan media sosial," kata anggota BPN Suhud Alynuddin kepada wartawan, Sabtu (23/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu, yang diperlukan adalah pembinaan dan pendidikan kecerdasan literasi bagi masyarakat. Penyebaran hoax salah satu sebabnya karena lemahnya pemahaman penggunaan media sosial. Dalam hal ini pemerintah harusnya aktif memberikan penyadaran pada masyarakat," jelasnya.
Politikus PKS itu menuturkan hoax yang masif dengan motif politik dan ideologi itu hanya bisa diproduksi pihak-pihak yang memiliki sumber daya. Karena itu, diperlukan tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
"Tidak mungkin rakyat kecil mampu memproduksi hoax yang besar dan masif. Kami kira dalam soal hoax yang diperlukan adalah tindakan tegas dan adil pihak aparat. Jangan terkesan aparat bertindak tidak adil dalam menindak pelaku penyebar hoax," ujar Suhud.
Sebelumnya, Wiranto menyebut para penyebar hoax itu sebagai peneror masyarakat. Karena itu, Wiranto menyebut para penyebar hoax itu bisa dijerat pula dengan aturan soal terorisme.
"Kan ada Undang-Undang ITE, pidananya ada. Tapi saya terangkan tadi hoax ini kan meneror masyarakat. Terorisme ada fisik dan nonfisik. Terorisme kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoax untuk takut datang ke TPS, itu sudah ancaman, itu sudah terorisme. Maka tentu kita Undang-Undang Terorisme," ucap Wiranto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).
Tonton juga video TKN dan BPN Sepakat Ciptakan Pemilu yang Berkualitas:
(zak/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini