"Sebenarnya sama dengan pola (sesi debat) kedua, jadi ritmenya menurut saya mulai datar di kedua-keduanya, ini seperti tidak sebuah debat. Menurut saya, seperti adu paparan program. Karena, ketika saling berbalas, mereka tidak menjawab, mengkritik statement dari lawannya, tapi hanya fokus pada relnya," ujar Yunarto kepada detikcom, Minggu (17/3/2019).
Menurut Yunarto, debat yang belum terjadi saling kritik program itu terjadi karena Ma'ruf memang ingin sekadar berbicara program dan keunggulan yang sudah dilakukan Joko Widodo (Jokowi). Sementara itu, Sandi, menurutnya, mungkin lebih berhati-hati karena lawan debatnya merupakan seorang kiai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara Sandi fokus pada wilayah berbicara mengenai kebutuhan masyarakat, berbicara mengenai kaitannya dengan lapangan kerja, sekadar menguatkan narasi yang selama ini sudah dibangun," lanjut Yunarto.
Yunarto pun menyoroti retorika yang dibangun keduanya saat menyindir Presiden RI pertama dan Proklamator RI, Sukarno.
"Kalau sandi eksplisit menggunakan Sukarno, kemudian dibalas dengan Kiai Ma'ruf dengan mengungkapkan Trisaktinya Sukarno, jadi menurut saya di sesi ketiga bisa dikatakan berimbang, dan masing-masing berhasil masuk kepada pemikirannya sendiri, berbicara dengan konstituennya sendiri, lagi-lagi tidak berhasil mempersuasi, tetapi menguatkan hati dari pemilihnya masing-masing," tuturnya.
Simak Juga "Ma'ruf Tanya Anggaran Pendidikan Daerah, Sandi Ungkit KJP Plus":
(nvl/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini