Sebelumnya lahan seluas 13,2 hektar tersebut ditempati oleh warga dan sejumlah perusahan dengan status sewa ke Pemkot Bandung. Setelah puluhan tahun, akhirnya pada 2015 lalu lahan tersebut digusur secara bertahap oleh pemerintah.
Salah seorang warga eks gusuran, Achadiat Munandar menjelaskan lahan gusuran tersebut terdiri dari 7 RT dan 4 RW. Ia sendiri sebelumnya tinggal di Jalan Jakarta Selatan No 30, RT 1 RW 3, Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batunungal, Kota Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasca munculnya surat tersebut warga pun sepakat membentuk Forum Warga Kebonwaru Bersatu (Waktu) sebagai wadah komunikasi. Dalam pembentukan tersebut Achadiat dipercaya sebagai sekretaris.
"Sejak itu kita gencar mengirim surat ke Pak Dada untuk audiensi, tapi tidak pernah digubris. Akhirnya kita merapat ke dewan (DPRD Kota Bandung), dan alhamdullilah difasilitasi," ujar Achadiat saat berbincang dengan detikcom, Rabu (13/3/2019).
Singkat cerita, kursi wali kota pindah ke Ridwan Kamil. Saat awal menjabat pria yang karib disapa Emil itu sempat memanggil Forum Waktu ke Pendopo, termasuk Achadiat hadir saat itu. Dalam pertemuan itu forum menyerahkan dokumen warga terdampak.
Selain itu forum juga menyerahkan hasil polling yang menyatakan hampir semua warga siap untuk meninggalkan lahan. Warga siap pindah sementara ke Rusunawa Rancacili, sambil menunggu pemerintah membangun apartemen rakyat di Jalan Jakarta yang tidak jauh dari lokasi gusuran atau dikenal dengan eks Paldam.
"Dia (Emil) janji moal nyengsarakeun rakyat. Data yang kita serahkan akan menjadi prioritas. Nantinya pindah ke Paldam, 1 KK (kepala keluarga) 1 bangunan. Total 150 KK," katanya.
Achadiat yang merasa lega dengan janji tersebut, akhirnya memutuskan untuk mengambil pekerjaan di Kalimantan. Belakangan ada sejumlah warga atau kurang dari 10 persen yang memilih keluar dari forum karena ingin berjuang sendiri.
"Kalau saya pribadi sadar apa yang mau diperjuangkan, karena sertifikat tidak ada PBB tidak ada. Tapi kita hormati keputusan teman-teman yang ingin berjuang sendiri, kita saling doakan saja," ucapnya.
Berjalannya waktu, warga yang tergabung dalam forum mendapat kerohiman Rp 5 juta per bangunan yang diambil di Kantor Kelurahan Kebonwaru. Achadiat yang masih di Kalimantan mendapat kabar jika kerohiman tersebut dipotong sekitar Rp 1,2 juta sebagai biaya operasional selama satu tahun transit di Rancacili oleh pihak forum.
Setelah itu, barulah satu per satu bangunan digusur pada pertengahan 2015. Achadiat mengaku saat penggusuran masih berada di Kalimantan sehingga hanya ada istri dan dua anaknya. Namun karena sudah merasa ada kesepakatan, ia pun merasa tenang. Semua keluarganya akhirnya menempati Blok II Lantai 3 No 10 Rusunawa Rancacili.
Selama satu tahun hingga 2016 biaya transit di Rancacili tertutupi oleh potongan dari forum. Hanya saja muncul angka Rp 20 juta yang disebut forum sebagai kekurangan biaya operasional. Achadiat yang mendengar hal tersebut pun memilih pulang ke Bandung.
"Setahun berlalu, janji pindah ke Paldam ini ternyata masih gaib. Saya memperjuangkan ke pemerintah dan MCP bagaimana ini tanggung jawabnya setelah satu tahun. Akhirnya disepakati jika biaya operasional (Rancacili) akan ditanggung oleh MCP selama satu tahun hingga 2017," ucapnya.
Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Achadiat mendapatkan fakta jika akhir 2017 kembali terjadi penggusuran terhadap 11 rumah lain. "Yang jadi nyesek itu uang kerohiman bagai langit dan bumi. Mereka diberi Rp 30 juta per bangunan. Anehnya, kok forum ini diam saja," katanya.
Achadiat yang mulai mencium ketidakberesan pun memilih mundur sebagai sekretaris forum pada tahun 2018. Ia memilih untuk berjuang bersama beberapa warga eks gusuran lain mempertanyakan kejelasan janji pemerintah untuk pindah.
"Sampai-sampai saya buat dua spanduk mempertanyakan mengenai beda kerohiman dan kejelasan apartemen Paldam, ditempel di sekitar bekas gusuran. Tapi pagi sekitar jam 10 dipasang, malamnya sudah dicabut," ujarnya.
Hingga detik ini Achadiat bersama warga lainnya masih bertahan di Rusunawa Rancacili. Selama tinggal di tempat tersebut mereka tidak dikenakan biaya apa pun, kecuali token listrik sesuai dengan kebutuhan rumah masing-masing. (tro/ern)