"Waktu kita ekspos hasil studi kondisi kritisnya daerah aliran sungai (DAS) Jenenberang, kami berkesimpulan bahwa tren bencana ekologis tahun 2020 dan seterusnya masih terjadi. Tren bencana banjir dan longsor bahwa ini bencana ekologis di tahun akan datang," kata Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin saat berbincang dengan detikcom di Makassar, Selasa (5/3/2019).
Baca juga: 8 Orang Meninggal Dunia, Sulsel Waspada DBD |
Dari hasil studi Walhi Sulsel, terungkap vegetasi DAS Jeneberang sekitar 83 persen adalah nonhutan dan sisanya sekitar 16 persen adalah hutan. Dari data itu, kata Al Amin, berarti daya dukung DAS Jeneberang sudah tidak berfungsi.
"Karena vetegasi sudah bukan hutan. Dalam idealnya vegetasi hutan yang di DAS Jeneberang minimal 30 persen. Ini sudah lebih setengah kurangnya," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sangat besar potensi banjir. Kami yakin trennya potensi banjir masih besar. Nah, apalagi kami mau bilang upaya pemulihan lingkungan tidak begitu terbilang lambat," ungkapnya.
Dia pun menyayangkan kinerja pemerintahan Nurdin Abdullah yang tidak memasukkan pemulihan DAS Jeneberang dalam RPJMD Sulsel 2018-2023.
"Ini menunjukkan Nurdin Abdullah tidak care terhadap kondisi Jeneberang. ini menjadi kekecewaan berat kami di tengah kritisnya Jeneberang, banjir longsor bisa menimpa 4 kabupaten, Takalar, Jeneponto, Gowa, dan Maros," sebutnya.
Saat banjir dan tanah longsor di Sulsel pada akhir Januari lalu, terhitung korban meninggal mencapai puluhan orang. Tidak hanya itu, ribuan warga mengungsi dan beberapa jembatan rusak diterjang banjir. (fiq/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini