"Kita yakin, rakyat saat ini sudah lelah dengan friksi-friksi atau gesekan-gesekan politik yang terjadi. Munculnya satire 'capres alternatif' Nurhadi-Aldo di media sosial, dan cukup besarnya potensi golput adalah indikasi kejenuhan masyarakat terhadap kehidupan politik dan demokrasi saat ini," kata AHY di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
AHY menyatakan, pesta demokrasi seharusnya disambut dengan riang gembira, bukan dengan kebencian dan hati yang susah, karena putusnya silaturahmi akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik. "Kondisi terbelahnya bangsa, tentu bukan tanpa sebab. Karenanya, kami juga menyoroti pertarungan dua Capres yang sama pada tahun 2014 dan 2019. Peraturan presidential threshold, yaitu ambang batas 20% dukungan parlemen atau 25% suara nasional untuk mengusung Capres, membatasi pilihan masyarakat atas calon pemimpin nasionalnya," tutur AHY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada saat Partai Demokrat berada di pemerintahan, atau ketika menjadi "the ruling party", sesungguhnya kami bersyukur karena demokrasi, termasuk pemilu kita, makin matang dan makin berkualitas," sambungnya.
AHY mengatakan saat stabilitas politik terjaga baik, kalau ada riak dan dinamika, hal itu memang menjadi bagian dari demokrasi dan kebebasan itu sendiri. Dalam pemilu, lanjut AHY, tidak muncul ketegangan yang berlebihan antar kelompok pendukung, golongan, apalagi antar identitas (SARA). (fjp/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini