"Para politisi lebih pikirkan dirinya sebagai caleg daripada konsentrasi untuk.... Saya pikir yang masif itu sebenarnya ujaran kebencian dan fitnah, tuduh-menuduh. Dan itu menyeret Tuhan. Masa Tuhan diajak pemilu? Kan nggak benar. Itu udah nggak benar. Dan itu terjadi," kata Buya Syafii di Aula Panti Trisula Perwari, Jalan Menteng Raya No 35, Jakarta Pusat, Kamis (28/2/2019).
Buya Syafii menyampaikan hal tersebut saat menghadiri acara Ikrar Kebangsaan Aliansi Anak Bangsa Indonesia (AABI). Ikrar ini juga akan menyelenggarakan kegiatan lintas iman, lintas agama, dan lintas etnis pada 24 Maret 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke pernyataan Buya Syafii. Dia mendukung acara yang dibuat AABI ini. Apalagi dia melihat anak bangsa Indonesia sekarang sedang mengalami krisis toleransi. Dia tak ingin anak bangsa menjadi tuna-adab, tunamoral, dan suka berbohong.
"Masa Indonesia tersungkur karena anak bangsa yang tuna-adab, tunamoral, dan suka berbohong. Itu kan nggak benar. Kita ingin bersama-sama membela dan berpikir objektif dan mau belajar menjadi negarawan. Bukan berhenti sebagai politisi. Seperti yang saya katakan tadi, banyak yang rabun ayam, lihat yang dekat saja, yang jauh nggak dilihat. Yang dekat-dekat misalnya kaya bupati, wali kota, presiden, gubernur, dan sebagainya. Itu dalam nasib bangsa ke depan kurang terpikirkan. Saya rasa itu poin pokoknya," jelasnya.
Buya Syafii menjelaskan Indonesia bisa bertahan jika masyarakatnya berpikir waras. Maksudnya, masyarakat yang memiliki tanggung jawab, lapang dada, dan tak ada permusuhan.
"Kalau Indonesia mau bertahan, kalau ingin jadi negara besar, Indonesia akan bertahan sehari sebelum kiamat dengan anak muda yang waras, jernih, dan bertanggung jawab. Sebab, Mohammad Hatta mengatakan demokratis hanya bisa berjalan dengan tiga cara, tanggung jawab, rasa memiliki, dan lapang dada. Dikelola dengan baik. Jangan ada permusuhan," kata dia.
"Sekarang kita repot. Dengan teman sendiri, kita sudah susah bicara. Masa habis energi. Padahal pemilu biasa saja. Kalau nggak suka bisa diganti lima tahun. Apalagi pakai visi, segala macam, kalau kalah itu nanti nggak ada yang menyembah lagi. Sadis dan bodoh sekali. Itu biadab," lanjut Buya Syafii.
Dalam acara tersebut, turut hadir Ustaz Andi Yusuf asal Cirebon, inisiator AABI Irmanjaya, Pendeta Martin L Sinaga, perwakilan Konghucu Uung Lunggana, inisiator Ela Trikora, dan Pendeta Irfan. (idn/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini