Direktur relawan BPD Prabowo-Sandi Bali, Fabian Andrianto Cornelis, mengatakan ide Sandiaga itu bukan untuk mewujudkan wisata halal dengan model syariah. Dia menyebut usulan wisata halal itu berupa panduan lokasi musala atau masjid ataupun restoran halal di Pulau Dewata.
"Bali ini kan sebagai daerah tujuan wisata, yang dimaksud wisata halal bukan wisata syariah. Wisata halal itu sebagai panduan, supaya bisa dapat makanan yang halal buat mereka, karena masyarakat ini nonmuslim. Tapi kita sebagai destinasi wisata harus bisa menyerap pangsa pasar," tutur Fabian via telepon, Selasa (26/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Istilahnya yang diajukan oleh Sandi saya rasa bukan untuk mengubah yang ada, tetapi hanya menambahkan identitas baru yang itu bisa membuka pintu pariwisata yang selama ini yang kita belum. Istilahnya kita negara yang penduduk muslim terbesar," ujar juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Rahayu Saraswati (Sara) Djojohadikusumo di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.
Menurutnya, dengan menambah identitas baru pada wisata Bali bisa membuka peluang investasi. Sara pun menyinggung negara-negara yang bukan mayoritas muslim namun membuka investasi bank syariah.
"Jadi ini hanya soal membuka pintu aja. Dan sekali lagi, siapa pun menolak, itu hak mereka," tegas Sara.
Bagi para penghuni Bali, ide Sandi tersebut dianggap keliru. Komisi II DPRD Bali yang membidangi pariwisata mempertanyakan pengertian 'wisata halal' yang dicetuskan cawapres 02 Sandiaga Uno. Ketua Komisi II DPRD Bali I Ketut Suwandi mengatakan, tanpa branding wisata halal, angka kunjungan wisatawan domestik ataupun mancanegara dari negara muslim ke Bali tetap tinggi.
"Tamu domestik kuantitas terbesar yang datang ke Bali. Domestik rata-rata 75-80 persen lebih muslim. Termasuk mancanegara yang dari Uzbekistan. Kalau masuk restoran, dia pasti tanya halal apa nggak, dia juga tahu, diajak ke restoran yang dianggap halal," kata Suwandi via telepon, Selasa (26/2/2019).
Gubernur Bali I Wayan Koster menegaskan tidak berminat mengganti branding Bali sebagai pariwisata budaya. Koster menambahkan, selama ini, tanpa label halal, sudah banyak wisatawan yang bisa memilah restoran atau kebutuhan terkait halal. Dia juga belum berencana mengkhususkan suatu daerah sebagai kawasan halal.
"Saya kira nggak begitu, tanpa label halal kan nggak ada masalah. Kan kita sudah tahu," tutur Koster. (rvk/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini