Seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu Agency, Selasa (26/2/2019), badai ini menerjang area kamp Kutupalang yang ada di distrik Cox's Bazar, Bangladesh, pada Senin (25/2) waktu setempat. Penghuni kamp pengungsian itu menyebut sejumlah bangunan di kamp itu rusak akibat badai.
"Kami dalam masalah serius. Khususnya kaum wanita yang menderita karena kebanyakan toilet diterbangkan badai," sebut Ansar Ali selaku pemimpin pengungsi Rohingya di Kamp Kutupalang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu pengungsi Rohingya yang tinggal di Modhur Chara, Kamp Kutupalang, Ayesha Akter menuturkan kepada Anadolu Agency bahwa para penghuni kamp kini terpaksa berteduh di area terbuka.
"Tolong perbaiki toilet kami segera," ucap Ayesha. "Kami sudah terbiasa hidup di bawah langit terbuka tanpa tempat berteduh tapi bagaimana kami bisa hidup tanpa toilet?" imbuhnya.
Secara terpisah, Ziaul Haque dari Kamp Kutupalang menuturkan kepada Anadolu Agency bahwa musim badai telah dimulai. "Jika kami menghadapi situasi seperti saat ini sekarang, apa yang akan terjadi di masa mendatang ketika badai atau topan yang lebih besar menerjang kami?" ujarnya.
Lebih lanjut, Ziaul mendorong pemerintah Bangladesh dan badan kemanusiaan internasional untuk membangun tempat berteduh yang bisa bertahan menghadapi musim penghujan mendatang, yang biasanya diwarnai badai besar, tornado dan angin ribut.
"Bahkan seng tipis yang dipakai sebagai pagar dan atap pada beberapa tenda juga diterbangkan badai," ujar pengungsi bernama Osman Gani yang menyerukan bantuan segera.
Dalam tanggapannya, Komisioner Komisi Pemulihan dan Pemulangan Rohingya (RRRC), Mohammed Abul Kalam Azad, menyatakan kepada Anadolu Agency bahwa dirinya tidak mendapat pemberitahuan secara benar soal bencana ini.
"Kami akan memeriksa persoalan ini pada pagi hari dan merekomendasikan kepada otoritas terkait untuk memberikan bantuan mendesak," tegasnya.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang kebanyakan wanita dan anak-anak melarikan diri dari Myanmar dan mengungsi ke Bangladesh demi menghindari operasi militer sarat kekerasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan pemerkosaan massal, pembunuhan -- termasuk terhadap bayi dan anak-anak -- hingga penganiayaan banyak dilakukan tentara Myanmar dalam operasinya. Penyidik PBB bahkan menyatakan pelanggaran semacam itu mungkin mengarah pada kejahatan kemanusiaan. Tuduhan-tuduhan itu telah dibantah militer Myanmar berkali-kali.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini