Kunjungi Uighur, MUI Ingin Tabayun soal Kabar Diskriminasi Etnis Muslim

Laporan dari Beijing

Kunjungi Uighur, MUI Ingin Tabayun soal Kabar Diskriminasi Etnis Muslim

Jabbar Ramdhani - detikNews
Rabu, 20 Feb 2019 08:45 WIB
Rombongan MUI mengunjungi KBRI China di Beijing (Foto: Jabbar Ramdhani/detikcom)
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan datang ke Provinsi Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China, untuk melihat kondisi muslim Uighur. MUI datang dengan misi silaturahmi dan memastikan kabar soal ada perlakuan diskriminatif terhadap etnis muslim Uighur.

"Tujuan utama kami ke sini, yang pertama silaturahmi. Kedua, kami ingin tahu, meyakinkan, dan make sure tentang kabar burung yang beredar di media maya bahwa telah terjadi persekusi terhadap ulama, pembunuhan, pelarangan ibadah di wilayah Xinjiang," kata Ketua Bidang Luar Negeri MUI Muhidin Junaidi di KBRI Beijing, Selasa (19/2/2019).

"Kemudian penghancuran masjid dan rumah ibadah lain. Itu sehingga memunculkan kekecewaan, tanda tanya besar di umat. Apa betul seperti itu," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rombongan MUI mengunjungi KBRI China di BeijingRombongan MUI mengunjungi KBRI China di Beijing Foto: Jabbar Ramdhani/detikcom




Atas kabar yang beredar, MUI meminta pemerintah China untuk memberikan akses untuk bersilaturahmi dan menemui muslim di Xinjiang. Sehingga didapatkan kesepahaman secara langsung.

Muhidin mengatakan beberapa kelompok masyarakat Uighur pernah menemui MUI. Kepada MUI, mereka menyampaikan kabar dari sisi negatif kebijakan pemerintah China terhadap muslim di Xinjiang.

"Ternyata kawan-kawan kita di Xinjiang sudah punya organisasi World Uighur Congress dan satu lagu International Human Right of Uighur. Mereka datang ke Indonesia. Kami menerima, mereka bawa banyak brosur, jurnal, koran. Semua dari sisi negatif dari kebijakan pemerintah China terhadap umat Islam di Xinjiang, terutama di daerah Turkistan Timur," beber Muhidin.

"Bahkan dari mereka ada yang termasuk anggota separatis. Kami katakan 'kami terima dan kami pelajari'," tambahnya.

Begitu pula informasi yang beredar di media massa. Muhidin mengatakan lebih banyak informasi yang berisi pemberitaan negatif terhadap perlakuan muslim Uighur.

Hal ini menimbulkan keprihatinan muslim lain, termasuk di Indonesia. Diketahui di Indonesia beberapa aksi protes digelar atas kabar perlakuan diskriminatif terhadap muslim Uighur.

"Kita ingin dapatkan first hand information. Apa yang kita dapatkan di sana, akan kita sampaikan faktanya. Sesuai dengan firman Allah, kalau ada berita hoax yang dibawa sumbernya yang tidak jelas maka perlu tabayun agar tak jadi penyesalan di lain waktu," ucap dia.

Dia mengatakan kunjungan ini bukan bermaksud mengintervensi pemerintah China. Dia menjelaskan MUI datang ke Xinjiang untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama untuk mengklarifikasi kabar-kabar buruk yang beredar.

MUI juga tak ingin hubungan bilateral Indonesia-Tiongkok terganggu atas kabar yang tidak benar. Muhidin menegaskan misi MUI datang ke Uighur ialah untuk mengenalkan Islam wasthasiyah.

"Kelima kami ingin menujukkan ke saudara kami di China bahwa Islam yang di Indonesia adalah Islam yang di tengah. Islam yang cinta damai, cinta toleransi, cinta kemajuan, cinta human rights. Bukan Islam radikal, bukan Islam ekstremisme, bukan Islam terorisme," tuturnya.

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia, Djauhari Oratmangun, mengatakan sudah datang langsung ke Xinjiang pada Desember 2018 lalu. Dia mengatakan dengan datang dan melihat langsung tentu akan lebih valid untuk percaya soal kondisi di Xinjiang.

"Saya di sana berkunjung ke beberapa masjid. Tapi di sana ada sekitar 24 ribu masjid. Delapan perguruan tinggi agama dengan penduduk muslim sekitar 13 juta. Jadi rata-rata 530 (orang) per satu masjid," ucap Djauhari.

Duta Besar RI untuk China, Djauhari OratmangunDuta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun Foto: Jabbar Ramdhani/detikcom


Dia menggambarkan Xinjiang wilayahnya seperenam wilayah China atau sekitar 1,5 km persegi dengan populasi sekitar 21 juta. Provinsi ini berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, dan India.

"Ada beberapa suku etnis di Xinjiang antara lain Uighur sekitar 45 persen, Han 40 persen, Kazak itu kurang lebih 6,5 persen, Hui kurang lebih 4,51 persen, serta suku lainnya antara lain Tibet, Tajik, Kirgis, Manchu, Daun, Tatar, Mongolia, dan Rusia sendiri," katanya.

Xinjiang sebagai wilayah administrasi terbesar di China punya infrastruktur yang begitu modern. Selain itu, Xinjiang juga punya perekonomian yang berkembang.

Djauhari mengatakan kunjungan ke Xinjiang akan memberi gambaran langsung soal kondisi di sana.

"Saya sudah melakukan kunjungan ke Xinjiang, kebetulan duta besar yang dapat kesempatan datang lansung ke sana, bulan Desember lalu. Dan mungkin Ibu-Bapak akan ke sana kan melihat langsung ke sana, datang, lihat, dan istilah saya itu believing is seeing. Kira percaya kalau kita lihat," ucap dia.

Rombongan MUI diagendakan terbang ke Xinjiang pada Rabu (20/2). Rombongan akan mengunjungi Xinjiang Islamic Institute, menengok penduduk desa dan industri di kecamatan Huangdi, hingga bertemu dengan Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir.

(jbr/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads