Kasus bermula saat LSM Greenpeace Indonesia membuat cuit tentang debat kedua. Yaitu:
@jokowi sebut telah memenangkan gugatan perdata terhadap 11 perusahaan yang harus membayar ganti rugi akibat kerusakan lingkungan kebakaran total lebih 18 T. Namun, belum ada perusahaan yang membayar ganti rugi pada negara sepeser pun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasihan Pak Jokowi dibohongi terus oleh pembantunya. Akhirnya beliau dengan ringan terus menyebarkan kebohongan.
Mahkamah Agung (MA) tidak mau menanggapi materi debat. Namun MA bisa menjelaskan proses eksekusi perdata merupakan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri (KPN).
"Sebuah perkara dapat dieksekusi apabila sudah berkekuatan hukum tetap (BHT). Eksekusi perdata dilaksanakan apabila pihak Termohon eksekusi enggan atau tidak mau melaksanakan isi putusan pengadilan secara sukarela," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Senin (18/2/2019).
Atas dasar permohonan dari Pemohon eksekusi maka Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat selaku penanggung jawab eksekusi melaksanakan tahapan eksekusi dengan terlebih dahulu melakukan "aanmaning" (peringatan).
"Apabila dalam tenggang waktu yang ditentukan pihak Termohon eksekusi tidak memenuhi kewajiban yang harus dilaksanakan maka Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan pelaksanaan eksekusi dilanjutkan dengan melakukan sita eksekusi terhadap barang- barang milik Termohon eksekusi baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak, kemudian barang-barang tersebut dilelang untuk memenuhi isi putusan," pungkas Andi Samsan Nganro.
Simak Juga 'Prabowo Jelaskan Kepemilikan Tanahnya di Kalimantan dan Aceh':
(asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini