Polri, sebagai salah satu dari empat instansi yang dikirim Pemerintah Indonesia ke Filipina, mengatakan proses tes DNA belum berhasil dilakukan karena terkendala kondisi fisik pelaku yang hancur.
"Belum (ada hasil tes DNA). Karena, mohon maaf ya, itu bodi pelaku betul-betul hancur karena (ledakan) itu high explosive, jadi serpihan" kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena jasad sudah berbentuk serpihan, tutur Dedi, tim identifikasi harus teliti memilih potongan tubuh yang memiliki jaringan. Jika sampel DNA berhasil diidentifikasi, tahap selanjutnya adalah mencari DNA pembanding agar terungkap identitas pelaku.
"Itu betul-betul harus menemukan DNA. Kalau DNA ketemu, prosesnya panjang, siapa yang miliki garis DNA langsung terhadap yang diduga," jelas Dedi.
"Harus menemukan pihak keluarga, siapa orang tuanya, siapa keluarga dan pembandingnya. Kalau sudha ada kesamaan, baru dipublish," sambung Dedi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano menyebut bahwa yang menjadi pelaku bom di gereja Katolik Pulau Jolo adalah WNI. Eduardo Ano menyebut pasutri tersebut dibimbing kelompok Abu Sayyaf. Dia menyebutkan pasangan itu ingin memberi contoh dan mempengaruhi teroris Filipina untuk melakukan bom bunuh diri.
Pemerintah Indonesia pun lantas menyayangkan pernyataan itu. Menko Polhukam Wiranto dan Menlu Retno Marsudi meminta pemerintah Filipina untuk menunggu hasil identifikasi untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlibatan WNI dalam insiden tersebut. (aud/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini