Warga masyarakat menyebut Menara Bengung karena dulu kalau sirine berbunyi mengeluarkan suara mendengung atau berdengung.
Bangunan Menara Bengung ini berada di dekat perkampungan warga. Lokasi menara tersebut berada di empat tempat yang berbeda. Pertama, sirene ini diletakan di atas menara air minum atau water torn di Alun-Alun Kota Magelang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pegiat KOTA TOEA Magelang, Bagus Priyana mengatakan, ketika itu menara bengung atau sirene dibangun pemerintah Kota Magelang atau Staadsgemeente Magelang setelah Merapi meletus tahun 1930. Saat Merapi meletus dampak dan banyak pengungsi yang dari sekitar Merapi sampai di Kota Magelang.
"Saat itu, pemerintah berupaya untuk sedini mungkin memberikan peringatan, semacam peringatan dini kepada masyarakat akan adanya bencana. Pemerintah saat itu, membuat semacam penanda yaitu berupa sirene. Staadsgemeente Magelang membuat sistem penanda berupa sirene, di mana sirene ini terpusat di atas water torn (Alun-Alun Kota Magelang)," kata Bagus saat ditemui di bawah menara bengung di Potrosaran, Kota Magelang.
![]() |
Menara bengung dari atas water torn tersebut, katanya, dialirkan dengan kabel menuju unit sirene yang berada di Kemirirejo, Plengkung Lama dan Potrosaran ini.
"Ketiga-tiganya berada tepat di atas tanggul kali kota. Dipilih di lokasi ini karena posisinya lebih tinggi dari tanah sekitar atau perkampungan sekitar sehingga apabila dibunyikan dari pusatnya menara air minum (water torn), seketika sirene akan terhubung secara langsung," tuturnya.
Fungsi sirene tersebut, kata dia, ada tiga. Pertama untuk penanda jika terjadi bencana Gunung Merapi, sehingga masyarakat bisa mengetahuinya. Kedua, penanda apabila terjadi perang. Untuk fungsi ketiga sebagai penanda jam malam. Sebab pada tahun 1942-1945, Jepang memberlakukan jam malam mulai pukul 19.00-06.00 WIB.
"Menara bengung berfungsi, pertama untuk penanda ada bencana Gunung Merapi, sehingga masyarakat bisa siap. Berikutnya, apabila dulu ada perang. Ketiga, di zaman Jepang tahun 1942-1945, Jepang memberlakukan jam malam berlaku mulai sekitar pukul 19.00-06.00 WIB. Setelah itu, dibunyikan pagi hari, penanda bahwa jam malam sudah selesai diberlakukan," kata dia.
Dari keempat sirene tersebut, untuk saat ini tinggal tiga, sedangkan yang berada di Plengkung Lama telah hilang. Pihaknya menyayangkan sekali hilangnya satu sirene yang berada di Plengkung Lama mengingat bangunan ini bernilai sejarah.
"Dari empat sirene ini, di water torn masih ada, terus di Potrosaran masih ada, di Kemirirejo masih ada, tetapi yang di selatan Plengkung Lama hilang kira-kira sekitar 8 atau 10 tahun yang lalu. Sangat sayang sekali karena ini bukan hanya karena bentuknya terbuat dari besi, bertingkat, dari segi sejarah penting. Karena dia (menara bengung), menjadi bagian penanda kota, maka masyarakat menyebutnya menara bengung," ujarnya.
Untuk menara bengung di Potrosaran, kondisi tiang penyangga dari besi telah berkarat. Bahkan ada yang mulai aus dan bawah menara bengung di Potrosaran ini sering digunakan untuk aktivitas warga seperti berolah raga.
Sementara itu, ES Wibowo, warga Potrosaran 2 Kota Magelang mengatakan, bawah menara bengung sering digunakan untuk beraktivitas warga masyarakat. Keberadaan menara bengung tersebut menginpsirasi Paguyuban Gunung Tidar dan masyarakat Potrosaran untuk melakukan aktivitas budaya.
"Menara bengung itu berada di bantaran Kali Kota, sepanjang 5 km dari Pucang sampai Jagoan. Keberadaanya menginpirasi Paguyuban Gunung Tidar dan warga masyarakat Potrosaran untuk melakukan aktivitas budaya, kesenian," kata ES Wibowo yang penyair itu.
![]() |
Untuk perawatan katanya, yang melakukan warga sekitar Potrosaran. Hal ini mengingat bawah menara bengung sering digunakan untuk beraktivitas warga masyarakat.
"Bawah menara kita gunakan untuk panggung yang merawat kita, terutama Padepokan Gunung Tidar dibantu oleh warga masyarakat di Potrosaran," tuturnya.
Kemudian untuk menara bengung yang berada di Kampung Kemirirejo, keberadaannya lebih terawat lagi. Tiang penyangga telah dicat dan sekitar 15 tahunan yang lalu pada saat detik-detik Proklamasi sirene ini dihidupkan.
"Sekitar 15 tahun yang lalu, pas detik-detik Proklamasi sirene ini dihidupkan. Warga sekitar sini mendengar suaranya, tapi setelah korslet terus mati," kata Riatun (50), warga setempat.