Hal ini diungkapkan Arief dalam kujungannya ke Pusdik Brimob Watukosek, Pasuruan, dan Pusdik Sabhara, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Kunjungan itu dilakukan Arief pada hari keempat masa tugasnya sebagai Kalemdiklat Polri.
"Ini hari keempat saya berdinas sebagai Kalemdiklat. Saya sudah datang ke tiga Pusdik Diklat Reskrim, Pusdik Brimob, dan Pusdik Sabhara. Besok akan ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jatim di Mojokerto. Ini untuk mengetahui secara langsung sekolah-sekolah kepolisian yang di bawah koordinasi dan pengendalian Kalemdiklat. Saya juga ingin bertemu para kepala sekolah, kapusdik, tenaga pendidik, dan para siswa. Tujuannya supaya saya paham dan tahu bagaimana proses belajar-mengajar serta berbagai kendala dan masalah yang dihadapi," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Siswa jangan dicekoki dengan contoh yang tidak baik, misalnya bila instrukturnya mantan anggota Polantas, jangan diajari cara 86 (damai)," ujarnya.
Berikutnya, internalisasi nilai etika moral profesi kepolisian ke dalam diri setiap anggota Polri. Arief pun mencontohkan, etika polisi tidak boleh memeras, tidak boleh pakai narkoba, tidak boleh mencuri, dan tidak boleh lainnya.
Ketiga, indoktrinasi doktrin-doktrin Polri. "Yaitu Tribrata dan Caturprasetya jangan hanya dihafal, tapi harus dipahami dan diamalkan. Memang tidak mudah, tapi ini tanggung jawab bersama," tuturnya.
Arief pun mengajak seluruh jajaran Lemdiklat membangun citra dan semangat bahwa Lemdiklat dan jajarannya adalah tempat menempa polisi masa depan.
"Kita harus bangkit dan harus bangga. Tegak dan berdirinya polisi itu karena efektifnya proses pendidikan dan latihan oleh lembaga pendidikan. Sebagai contoh Reserse boleh bangga menangkap maling, tapi mereka harus sadar bahwa bisa nangkap karena kita didik mereka," imbuhnya. (nvl/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini