"Tadi ada dua keputusannya. Satu, MA menolak kasasi dari JPU maupun dari saya dan kedua membayar (biaya) perkara. Kan sebetulnya bunyi dari putusan ini soal penahanan badan saya masuk penjara nggak ada. Nggak ada dasarnya (eksekusi). Sebab itu, kita mintakan fatwa ke MA lagi," ujar Buni Yani dalam jumpa pers di kantor pengacara Aldwin Rahadian, Jati Padang, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2019)
"Kedua, soal kesalahan umur. Di sini 48 (tahun), saya itu sudah 50 tahun pada bulan Mei. Ini saya anggap Buni Yani yang lain, itu yang saya anggap tidak boleh salah," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, mengatakan permohonan penangguhan eksekusi akan segera diajukan ke Kejari Depok. Sebelumnya, Buni Yani memang menerima salinan putusan dan mendapat pemberitahuan untuk datang ke Kejari Depok pada Jumat, 1 Februari, guna eksekusi.
"Untuk itu, kita akan mengajukan penangguhan eksekusi ini. Karena kita memohon harus jelas dulu. Ini harus jelas dulu," kata Aldwin.
Aldwin menyoroti tidak adanya perintah penahanan dalam amar putusan kasasi. Putusan kasasi, menurutnya, hanya menyangkut penolakan permohonan kasasi dari Kejari Depok serta permohonan dari Buni Yani.
"Yang poin dua membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara Rp 2.500. Sudah itu saja, hanya dua poin itu di petikan putusan, begitupun di salinan yang lengkap," papar Aldwin.
Dalam putusan kasasi, sambung Aldwin, tidak ada kalimat perintah eksekusi atau menguatkan putusan Pengadilan Tinggi.
Karena itu, rencana eksekusi terhadap Buni Yani dianggap tidak berdasar.
"Jadi ini putusan non-executable (tidak dapat dijalankan) untuk hukuman badan," tegas Aldwin.
Buni Yani akan dieksekusi Kejari Depok setelah putusannya berkekuatan hukum tetap. Buni Yani divonis bersalah terkait posting-an potongan video Ahok saat menjadi Gubernur DKI pada 6 Oktober 2016. (fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini