"Kan dia sakit, sakit jiwa itu sudah ada 15 tahun, hampir 20 (tahun). Ya kesehariannya ketergantungan obat (dokter), masih berobat tuh orang," ujar Abdul manaf (64), ayahanda Zulkifli, saat ditemui detikcom di rumahnya, Jalan Mangga Besar IVA, Tamansari, Jakarta Barat, Senin (28/1/2019).
Sehari-hari Zulkifli bekerja serabutan. Zulkifli biasa membantu tantenya mengangkat air untuk dagangan bakmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari jerih payahnya bantu-bantu itu, Zulkifli mendapatkan upah. Pria lajang itu menghabiskan uangnya untuk jajan.
"Dapet misalkan dikasih nih Rp 5.000 langsung jajan. Ya namanya anaknya nggak pernah disimpen (uangnya). Dapet misalkan 3.000, dapet 10 ribu, begitu juga dijajanin," katanya.
"(Jajan) yang ada di (warung) depan saja, rokok kadang-kadang, ada ciki. Cuma belinya begitu, kadang 5.000, 5.000 (langsung) habis. Kalau makannya kadang-kadang minta sama saya, sama ibunya," tambahnya.
Zulkifli mengalami gangguan jiwa sejak 2003. Keluarga sudah berupaya membawanya berobat alternatif, selain ke dokter.
"Dulu ya sebelum sempat berobat ya begitu juga. Kayak sudah mau lompat (dari atas rumah) gitu. Ya banyaklah, macem-macem, itu juga sudah berobat ke sono-sini, (berobat) alternatif ke Tasikmalaya, ke rumah sakit," ungkapnya.
Rumah Zulkifli ini ada di gang sempit yang hanya bisa dilalui pejalan kaki. Di rumah ukuran 4x8 meter itu, Zulkifli tinggal bersama orang tuanya dan tiga saudaranya.
Keluarga Zulkifli tidur berdesakan di rumah sempit itu. Melihat kondisinya itu, tidak mungkin dia memiliki mobil Bentley.
Sebelumnya, Samsat Jakbar menelusuri alamat pemilik Bentley karena menunggak pajak. Total pajak plus denda mobil mewah itu senilai Rp 108 juta.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini