Di Kelurahan Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur, ada Ketua RT 001/RW 008 bernama Neng Herti (49) dan Pendeta Magyolin Carolina Tuasuun (42) dari Gereja Kristen Pasundan Kampung Tengah. Kedua perempuan ini merasakan efek beracun yang tidak diinginkan dari politik, dan tentu bukan racun itu yang diinginkan para politikus di luar gang-gang kampung ini.
"Sempat ada hal kecil terjadi waktu Pilkada. Yang satu megangnya Ahok, dan yang satu megangnya Anies," kata Neng di kediamannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Itu adalah suasana yang terbentuk saat Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu. Calon yang berlaga kala itu adalah Basuki Tjahaja Purnama selaku petahana dan Anies Baswedan yang kini sudah menjadi Gubernur. Saat itu, beda pilihan politik membikin riak di antara ibu-ibu.
"Gara-gara itu lah, membanggakan dan mengidolaka pasangan calon," kata Neng.
Jejaring aplikasi perpesanan WhatsApp Group adalah yang paling awal terkena imbas. Grup WA ibu-ibu semula ditujukan untuk konsolidasi persiapan senam hingga kegiatan pendidikan anak-anak Sabtu Ceria, sering pula digunakan untuk promosi ayam goreng hingga cilok. Namun gara-gara Pilgub DKI, ujaran-ujaran yang membuat panas hati muncul di grup WA.
Pendeta Magyolin di kediamannya mengenang saat-saat tak mengenakkan itu justru sambil tersenyum. Dia lega semua itu sudah berlalu.
"Saat itu grup WA jadi tidak sehat untuk ibu-ibunya," kata Magyolin, diwawancari detikcom secara terpisah.
![]() |
Ujaran kebencian terbawa masuk ke ponsel ibu-ibu. Kesannya, ada nuansa permusuhan yang sedang coba dipantik. Neng Herti dengan sigap berkonsolidasi dengan Magyolin, berjaga-jaga agar jangan sampai masyarakat Kampung Tengah yang memuat warga Islam dan Kristen ini retak.
Mereka sepakat, teguran untuk warga muslim yang menyampaikan kebencian akan dilakukan oleh Neng, sedangkan teguran untuk warga kristiani yang menyampaikan kebencian akan dilakukan oleh Magyolin.
"Sempat ada yang menangis karena saya tegur, ternyata dia tidak sengaja meneruskan pesan. Saya katakan itu bisa melukai orang lain," kata Magyolin.
Ada yang menurut dan sadar setelah ditegur Neng atau Magyolin, namun ada yang membandel. Kadang kata-kata memojokkan Neng selaku Ketua RT juga muncul. Ibu-ibu yang sudah jengah kemudian memilih 'left group'. Melihat kondisi ini, Neng bersikap tegas untuk pihak yang ngotot tak mau dinasihati. Solusinya: di-kick dari grup WA.
"Kita kembalikan lagi grup WA itu untuk tujuan semula. Kadang-kadang juga untuk berjualan, menanyakan stok dagangan, tahu, kerupuk, cilok. Sore-sore, misalnya, 'Cilok udah ready!' WA juga digunakan untuk mengingatkan persiapan Sabtu Ceria, tolong dibawa matrasnya. Atau pemberitahuan untuk persiapan senam. Lama-lama yang suka posting aneh-aneh karena tidak ada yang respons maka lama-lama mereka diam," tutur Magyolin.
Kini jaga suasana jelang Pemilu 2019
Baik Neng maupun Magyolin kini sama-sama berharap agar warga menjaga ketenteraman kampung di suasana Pemilu 2019 ini. Sebagaimana diketahui, Pilpres tahun ini menandingkan dua pasangan calon saja.
![]() |
"Sebentar lagi mau ada Pemilihan Presiden. Itu hajat seluruh warga negara Indonesia. Pilihan boleh beda, pilihan jangan dijadikan ajang permusuhan," kata Neng.
"Boleh ibu-ibu mengidolakan salah satu pasangan calon, tapi jangan sampai terjadi keributan antartetangga," kata Neng.
Ustaz Khairullah tokoh muslim di kampung ini menyatakan warganya biasa mengatasi pertentangan sejak awal, sebelm pertentangan itu membesar. Kerukunan antarwarga bukan berarti tak boleh beda pilihan politik. Tetap boleh beda pilihan politik namun jangan saling menistakan satu sama lain.
![]() |
"Dan alhamdulillah ini kan menjelang Pilpres ya, beda-beda pilihan pasti ada, alhamdulillah nggak masalah. Jadi kalau pilihan itu rahasia sendiri-sendiri. Kalau diomongin, itu memicu konflik, maka harus dihindari. Itu urusan kita di bilik suara," tutur Khairullah.
Simak terus berita-berita di detikcom tentang toleransi antarumat beragama di seputar Jakarta. (dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini