Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara, mengaku mendukung upaya tersebut. Namun ia mempertanyakan korelasi pembentukan balai baru dengan pencegahan korupsi.
"Semangat untuk pencegahan korupsinya harus diapresiasi dan didukung. Namun treatment-nya yang harus dikoreksi. Pertanyaannya, apa hubungannya pembentukan balai baru dengan pencegahan korupsi? Apa jaminannya bahwa pembentukan balai tersebut akan efektif dalam pencegahan korupsi? Coba tunjukkan kajian akademisnya," kata Suhendra dalam keterangan tertulis, Jumat (25/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus dibuka kepada publik tentang kajiannya. Basuki Hadimuljono jangan asal-asalan mengelola manajemen birokrasi pemerintahan di kementeriannya," tegasnya.
Menurut Suhendra, satu hal yang patut menjadi perhatian adalah reformasi pada akhir tahun 90-an yang mengamanahkan konsep otonomi daerah, yakni ketika masa sebelum reformasi, daerah belum memiliki kewenangan lebih (otonom) untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Saat itu, menurutnya, sentralisasi pemerintahan begitu terasa. Sehingga saat otonomi daerah (otda) diberlakukan, seluruh kantor wilayah (kanwil) di Indonesia dilebur dan ditiadakan, kecuali tiga kewenangan pemerintah pusat yang berada di daerah tetap, yakni bidang hukum, keuangan, dan agama.
"Pada tahun 2005-2006, saat pembentukan balai-balai di Departemen PU, banyak gubernur/kepala daerah yang memprotes, malah protes disampaikan kepada Presiden SBY saat itu karena dianggap tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah dan akan menghidupkan kembali kanwil," lanjutnya.
Suhendra juga mengatakan pihaknya saat itu dari tim Departemen PU yakin bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan UU Otonomi Daerah. Pasalnya, balai yang dibentuk berdasarkan jaringan jalan untuk balai jalan dan daerah aliran sungai (DAS) untuk SDA, yang sudah pasti balai-balai tersebut akan lintas provinsi/wilayah. Menurutnya, hal tersebut sangat berbeda dengan konsep kanwil.
"Saya terlibat dalam proses ini karena saya termasuk sebagai anggota tim pembentukan balai di Kementerian PU," ungkap Suhendra.
"Jujur memang saya sampaikan pejabat yang ada di Kementerian PUPR saat ini tidak mengetahui dan tidak paham semangat dan proses awal pembentukan balai-balai di Departemen PU saat itu. Karena banyak di antara mereka masih dalam posisi staf dan tidak terlibat dalam proses pembuat keputusan/kebijakan," sambungnya.
Apalagi dengan penggabungan Kementerian Perumahan Rakyat, lanjut Suhendra, hal tersebut akan semakin mengaburkan realitas dan sejarah proses pembentukan balai di Kementerian PU. Ia menilai semestinya pemerintah, khususnya Menteri PUPR, banyak bertanya dan menggali informasi yang komprehensif sebelum membuat kebijakan baru yang justru akan menimbulkan pertanyaan.
"Karena proses lelang barang dan jasa sudah ada peraturan perundangan yang mengaturnya. Dalam perpres tidak dikenal istilah Balai Pengadaan Barang dan Jasa di Kementerian PUPR, kecuali sudah ada revisi atas perpres tersebut," pungkasnya. (prf/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini