Prof Arya setuju dengan pengajuan RUU tentang Bali sebagai usulan revisi UU Nomor 64/1958 tentang Pemerintah Daerah tingkat I Bali, NTB, dan NTT. Menurutnya UU Nomor 64/1958 memang sudah layak dievaluasi, selain karena munculnya UU Nomor 64/1958 dasar hukum masih menggunakan Republik Indonesia Serikat juga karena perubahan pada aspek pemerintah daerah di Bali dari 8 kabupaten menjadi 9 kabupaten/kota.
"Jadi kalau sudah di situ ditempatkan makna dalam melakukan evaluasi, bahkan penggantian sekalipun sah-sah saja. Jadi secara normatif layak, apalagi kalau dilihat keeksistensian konteks UU Nomor 64/1958 dikaitkan daerah tingkat II di bawahnya sudah berubah. Dulu kan 8 kabupaten, kota Denpasar belum masuk. Sejak 1992 ada pemerintah kota, sekaligus ini tentu kalau di geografis mungkin pengurangan atau kelebihan sedikit, mungkin berubah karena abrasi," kata Arya ketika berbincang di kantornya, Fakultas Hukum Udayana, Jl Pulau Bali, Denpasar, Bali, Kamis (24/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu reasoning yang lain mendukung bahwa ini layak untuk disesuaikan. Belum lagi persoalan kondisi saat ini dengan adanya lahirnya undang-undang yang menyesuaikan, menyempurnakan, mungkin banyak hal yang bisa diatur terkait dengan apa saja, yang menjadi kekhususan Pemprov Bali yang belum terakomodir di Undang-undang Bali," terang dosen pengajar hukum lingkugan itu.
Arya optimistis RUU tentang Bali untuk mendukung pelestarian adat, tradisi dan budaya di Pulau Dewata. Dengan catatan RUU tersebut hadir untuk mengatur kemandirian Provinsi Bali dan demi tujuan kesejahteraan rakyat.
"Tapi kuncinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga saya secara akademisi, pribadi, berharap perubahan penyempurnaan UU Nomor 64/1958 dengan RUU yang baru diusulkan jangan mengarah ke kemerdekaan tapi arahkanlah ke kemandirian. Mandiri mestinya bisa empowering, menyejahterahkan diri, bukan diarahkan ke kemerdekaan, sehingga pusat jadi lebih ringan," terangnya.
Dia pun yakin kehadiran RUU itu tak bakal berbenturan dengan undang-undang yang sudah ada. Arya juga yakin kehadiran RUU ini tak berniat untuk mengistimewakan Pulau Bali.
"Di sini kekhususan itu tidak ditonjolkan. Di sini pariwisata menonjol, adat juga menonjol, tempat lain juga ada. Tapi kalau dibanding daerah lain pariwisata Bali lebih maju. Jadi RUU ini bukan kekhususan, tapi untuk kemandirian rakyat Bali khususnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Kita berinovasi tapi tetap kesatuan," ucap Arya.
(ams/asp)