"Dugaan saya dunia internasional tidak menerima baik, sebab sudah kadung citranya ABB ini di luar dicitrakan sebagai gembong paling dalam dari Jamaah Islamiyah," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Fahri menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah terkait apa yang disebutnya sebagai risiko dari pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Namun dia meminta pemerintah memenuhi segala syarat terkait pembebasan Ba'asyir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Fahri mempertanyakan instrumen yang bakal dipakai pemerintah untuk pembebasan bersyarat Ba'asyir. Menurutnya, pemerintah perlu meminta pertimbangan DPR dan Mahkamah Agung terkait persoalan ini.
"Saya nggak tahu instrumennya apa ya, karena kan instrumen presiden dalam membebaskan ada grasi, amnesti, rehabilitasi, yang masing-masing ada peraturan teknisnya. Tapi semua itu memerlukan pertimbangan DPR dan MA," sebut Fahri.
"Kita mau mendengar juga dari pemerintah instrumen apa yang digunakan untuk melakukan membebaskan. Sebab, dalam rezim UU baru kita pasca-amendemen keempat konstitusi, presiden tidak diberi hak mutlak lagi atas instrumen yang di luar kewenangan eksekutif karena ini kan sebenarnya wilayahnya yudikatif ya, karena telah diputuskan oleh pengadilan," beber Fahri.
Baca juga: Tarik-Ulur Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir |
Pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba'asyir sampai saat ini masih dikaji pemerintah. Alasannya, Abu Bakar Ba'asyir masih belum mau meneken sejumlah dokumen seperti ikrar setia kepada NKRI.
Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan aturan pembebasan bersyarat harus ditempuh. Jokowi tak mau menabrak sistem hukum. Adapun aturan yang dimaksudkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, yang di dalamnya disebutkan bahwa terpidana kasus terorisme yang mendapatkan bebas bersyarat salah satunya harus menyatakan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Simak Juga 'Australia Keberatan Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir':
(gbr/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini