"Tampaknya, selain yang konvensional, yang dilakukan BNPT, Pak Suhardi (Kepala BNPT), mungkin perlu perkuat potensi terorisme siber. Karena tampaknya secara konvensional terorisme makin sulit karena mekanisme pertahanan yang makin baik, maka harus diwaspadai ancaman ke siber," kata Bambang dalam rapat kerja dan penandatanganan perjanjian kinerja BNPT 2019 di Hotel Grand Sahid, Jl Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019).
Dia mengatakan kejadian nyata terorisme siber di sektor keuangan pernah menimpa Bangladesh. Saat itu, Gubernur Bank Sentral Bangladesh terpaksa mundur karena tidak bisa mengungkap dana yang diretas oleh hacker. Bambang menuturkan skandal peretasan uang tersebut merupakan ancaman nyata selain terorisme berbentuk serangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tentunya contoh simpel betapa terorisme seperti itu bisa terjadi. Kalau saya pribadi, misalnya kalau dengar terorisme di Thamrin dan Kampung Melayu, kita waswas. Tapi akan beda kalau tahu tahu account saya hilang itu pasti kepanikan masyarakatnya tinggi," sambungnya.
Bambang menambahkan, Indonesia kini sudah memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Dia mengingatkan agar BNPT senantiasa meningkatkan pengawasannya di bidang siber terkait ancaman terorisme siber.
"Nah, BNPT juga harus memperkuat siber dalam konteks terorisme tapi bagaimana mencegah terorisme dalam arti luas dan ini konsekuensi kalau menekan dari konvensional," imbuhnya. (yld/idh)