"Jadi saya sendiri pun sebagai kuasa hukum Pak OSO bingung melihat KPU ini ya, ada putusan Mahkamah Konstitusi sudah di-follow up dengan PKPU Nomor 26 KPU 26 itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung, lalu berarti tidak ada peraturan vakum kan, lalu kemudian Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan mengabulkan gugatan OSO, menyatakan batal dan tidak sah surat keputusan KPU," kata Yusril di Djakarta Theater, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/1/2019).
KPU sebelumnya memutuskan tetap tidak meloloskan OSO dalam pencalonan anggota legislatif DPD jika sampai 22 Januari mendatang Ketua DPD RI itu tidak mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Hanura. Alasannya, putusan Mahkamah Konstitusi melarang pengurus partai politik maju sebagai caleg DPD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan pengadilan mengatakan wajib menerbitkan yang baru. Yang barunya nggak ada. Nah, OSO bawa ini ke Bawaslu. Dan OSO memutuskan terjadi pelanggaran administrasi dan memerintahkan lagi kepada KPU supaya mencabut keputusan yang ada seperti PTUN dan menerbitkan yang baru yang memasukkan nama OSO di dalamnya," tuturnya.
"KPU tidak mau melaksanakan, jadi saya tidak mengerti lagi upaya hukum apa lagi yang harus kami lakukan," lanjut Yusril.
Di sisi lain, Ketum PBB itu mengaku kasus OSO sulit dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurutnya, laporan ke DKPP justru akan melanggar etik.
"Karena undang-undangnya mengataskan yang berhak, yang punya legal standing untuk melaporkan itu ke DKPP itu Bawaslu. Karena Bawaslu punya keputusan tidak dipatuhi. Jadi saya sudah nggak ngerti, kenapa Bawaslu ngeyel sekali ngadepin Pak OSO ini. Saya juga bingung," pungkasnya.
Tonton video 'Formappi: Pencoretan OSO dari DCT Itu Tepat':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini