"Tujuan menghubungi saya saat hendak cuti adalah agar diberikan sejumlah uang," kata Anthony Liando di Ambon, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (16/1/2019).
Pengakuan tersebut disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim tipikor Ambon, Pasti Tarigan didampingi Jenny Tulak, Ronny Felix Wuisan, Bernard Panjaitan, serta Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Pemberian uang dari terdakwa kepada saksi Sulimin selaku supervisor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ambon ini dilakukan beberapa kali sejak tahun 2016 sehingga totalnya mencapai Rp 160 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk saksi La Masikamba yang merupakan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ambon diberikan Rp 550 juta, Rp 100 juta, dan terakhir Rp 20 juta.
"Yang Rp 550 juta ini tujuannya untuk tidak mempersulit saya dalam penghitungan pembayaran pajak, tetapi itu diminta saksi La Masikamba dengan alasan sebagai pinjaman dan dananya ditransfer melalu rekening seorang pengacara bernama Muhammad Said," akui terdakwa menjawab pertanyaan majelis hakim.
Terdakwa juga mengaku tidak mengerti masalah perpajakan sehingga tidak mempersiapkan diri untuk masuk kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan pembayaran Rp 1,037 miliar bukan didengar dari isterinya melainkan dari saksi Sulimin Ratmin.
Untuk pembayaran pajak ini, ada yang pribadi dan ada juga yang perusahaan, tetapi yang pribadi ini bisa dikenakan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan terdakwa sudah menyadarinya sejak tahun 2013 dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar.
Sementara jaksa KPK, Feby Dwiyandospendy mempertanyakan terdakwa kalau nilai pajaknya sudah diturunkan menjadi Rp 1,037 miliar lalu kenapa harus memberikan uang Rp 300 juta kepada saksi La Masikamba dan Sulimin Ratmin.
Namun terdakwa mengakui pemberian uang Rp 300 juta kepada saksi dimaksudkan agar ke depannya saksi tidak lagi membuat nilai pajak atau SPT tahunan yang lebih besar untuk dibayarkan oleh terdakwa selaku wajib pajak.
Penasihat hukum terdakwa, John Kainama mengatakan dari tahun 2013 sudah disadari musti PKP dan tahun 2017 omzetnya Rp 11,4 miliar, kemudian pajaknya yang menggunakan norma penghitungan penghasilan netto 10 persen dan rujukan hukumnya adalah peraturan Dirjen Pajak.
"Ternyata karena terdakwa sudah mendapat pengampunan pajak lalu rujukannya Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2013 sehingga pola hitungan pajaknya adalah PPh satu persen," ujarnya. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini