Awalnya salah satu penguji yang juga anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta menanyai soal adanya laporan 3 tanah di Yogyakarta dan Sleman yang diduga belum dilaporkan dalam LHKPN. Akan tetapi, Sartono menjelaskan tanah itu sudah dijual dan hasilnya dibagikan kepada anak-anaknya.
"Itu mungkin data yang sudah lama Bu. Bahwa di Jogja saya pernah jadi kepala kantor di sana sekitar 3-4 tahun, saya memiliki tanah di sana betul, saya punya rumah di sana. Tapi itu semuanya sudah saya jual dan saya tidak miliki lagi hal itu," kata Sartono dalam wawancara terbuka dengan calon hakim agung di KY, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukma lalu menanyai lagi kapan Sartono menjual tanah tersebut. Sebab, berdasarkan data yang dimilikinya, tanah tersebut ada pada 31 Desember 2017. Sementara itu, Sartoyo mengaku tanah itu sudah dijual pada 2018.
"Iya betul, Bu. Itu di tahun 2018 saya laksanakan penjualannya dan sudah saya bagikan ke anak-anak saya Bu hasilnya," ujarnya.
Selain itu, Sukma menanyai soal kenaikan jumlah harta di LHKPN pada 2016 menuju 2017. Sartono menjelaskan saat itu ia menjabat salah satu pimpinan di pengadilan sehingga mendapatkan honor yang lebih tinggi, yakni Rp 50 juta sebulan.
"Betul Ibu ada perubahan dari tadi yang sudah ditanyakan pak wakil bahwa ada perubahan penghasilan kami. Hasil perjuangan kami yang sekian lama. Di tahun 2017 itu kenaikannya cukup signifikan. Dari penghasilan kami berturut setiap bulan hanya Rp 20 juta, kalau seperti saya wakil ketua itu Rp 50 juta Bu. Jadi ini menunjukkan kenaikan yang signifikan," ujarnya.
Sementara itu, penguji lainnya yang juga anggota KY, Sumartoyo, menanyai Sartono soal pengalamannya menangani perkara pajak. Sartono mengatakan berdasarkan pengalamannya, tak hanya wajib pajak yang berusaha merekayasa dengan menurunkan penghasilannya supaya membayar pajak rendah, tetapi petugas pajak juga melakukan upaya agar wajib pajak membayar pajak yang mahal.
"Akan tetapi bahwa setelah kami minta pembukuan-pembukuan dari pemohon banding dapat kita lihat dengan mudah ada kecurangan kecurangan karena apa? Karena sekali lagi kami katakan bahwa wajib pajak atau petugas pajak itu sama sama curang sebenarnya. Petugas pajak ingin memasukkan pajak yang sebesar besarnya. Wajib pajak ingin menurunkan pendapatannya atau membayar pajak sekecil kecilnya sehingga hal ini sangat wajar sekali," kata Sartono.
Sumartoyo lalu menanyakan kembali mengenai solusi Sartono terkait adanya kecurangan dari dua pihak. Sartono mengaku selaku hakim yang mengadili perkara akan mengoreksi data dari akuntan dan pembukuan dengan teliti. Ia mengaku akan memutus sesuai fakta persidangan dan tak akan meloloskan pihak yang mencurangi laporan pajak.
"Dengan koreksi yang kami lakukan. Kami sangat berharap petugas pajak menjadi sadar. Bahwa apabila konteksnya yang hanya melakukan data data perkiraan dan asumsi tidak akan mungkin lolos di pengadilan pajak. Dengan kata lain bahwa pengajuan ini pasti akan kita tolak," ujarnya. (yld/rvk)