"Setiap zona itu akan tetap kita deteksi, mana yang harus ditangani mulai dari kondisi sebaran guru, kemudian fasilitas yang belum merata, kemudian keadaan siswa yang tidak merata," kata Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi juga menjelaskan tujuan zonasi pendidikan utamanya adalah untuk memeratakan kualitas layanan pendidikan di seluruh tanah air. Sistem zonasi ini diharapkan akan memperbanyak sekolah yang berkualitas.
"Sehingga harapannya dengan zonasi pendidikan ini nanti akan memperbanyak sekolah-sekolah favorit. Semakin banyak sekolah berkualitas, maka harapannya akan PPDB-nya aja semakin mudah," jelas Didik.
Saat ini sudah ada 2.580 zona pendidikan yang sudah dipetakan. Sistem zonasi, dijelaskan Didik, bertujuan untuk mempermudah redistribusi guru berkualitas, menjamin pemerataan akses pendidikan, mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri, serta membantu pemerintah dalam memberikan bantuan yang lebih tepat sasaran.
"Jadi nanti zonasi ini kalau bantuan dari pemerintah pusat dan daerah akan lebih terarah, jadi bukan sekolah bagus saja yang dibantu tapi justru sekolah-sekolah yang belum bagus yang akan diprioritaskan," ungkapnya.
Kembali ke soal PPDB, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad juga menyatakan aturan tentang PPDB sebenarnya tidak banyak berubah. Hanya saja, peraturan dalam PPDB akan dibuat lebih tegas, misalnya untuk verifikasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
"Intinya sebenarnya tidak banyak berubah antara yang PPDB tahun lalu dengan tahun yang akan datang. Cuma di situ nanti item-itemnya jauh lebih tegas. Misalnya masalah SKTM masih tetap harus diverifikasi," jelas Hamid.
Hamid meminta terkait dengan penyalahgunaan SKTM yang tidak tepat sasaran sebaiknya tidak menyalahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Menurutnya, sekolah hanya menjadi pihak yang menerima surat.
"Seharusnya yang melakukan validasi itu adalah yang menerbitkan. Jadi sekolah itu nggak punya jangkauan ke Dukcapil karena itu bukan urusan di Dinas Pendidikan. Itu kan sebenarnya surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dukcapil atau Pemda," tegas Hamid.
"Itu kan nggak fair itu, masa iya yang menerima yang disuruh memvalidasi. Harusnya kan yang harus didorong itu yang menerbitkan gitu lho. Kalau tidak sesuai dengan kondisinya ya jangan dikasih, kan begitu harusnya. Itu yang saya dorong," pungkasnya. (azr/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini