"Agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang," ucap jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/2018).
Eddy Sindoro disebut jaksa melakukan perbuatan suap itu bersama-sama dengan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno. Rangkaian perbuatan itu terbongkar dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjaring Edy Nasution dan Doddy. Saat itu Doddy baru memberikan Rp 50 juta ke Edy Nasution.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut dua proses hukum di balik pemberian suap itu:
Terkait penundaan aanmaning perkara niaga antara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co Ltd (PT Kymco)
PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT Kymco sebesar USD 11.100 berdasarkan putusan Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Namun PT MTP belum melaksanakannya sehingga PT Kymco mendaftarkan putusan itu di PN Jakarta Pusat dengan maksud agar dapat dieksekusi di Indonesia.
"Atas pendaftaran itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa putusan SIAC dapat dilakukan eksekusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar jaksa.
PN Jakarta Pusat kemudian melakukan panggilan aanmaning terhadap PT MTP pada 1 September 2015 tetapi perusahaan itu tidak hadir. Lalu, PT MTP kembali dipanggil pada 22 Desember 2015.
"Mengetahui adanya panggilan aanmaning tersebut, terdakwa memerintahkan Wresti untuk mengupayakan penundaan aanmaning," sebut jaksa.
Atas perintah Eddy Sindoro, Wresti menemui Edy Nasution yang disetujui dengan imbalan Rp 100 juta. Edy Nasution disebut jaksa setuju menunda aanmaning sampai Januari 2016.
Singkat cerita, Wresti menyampaikan kesepakatannya dengan Edy Nasution pada Eddy Sindoro. Atas hal itu, Eddy Sindoro menyetujuinya. Uang Rp 100 juta itu diberikan dalam bentuk cek pada Edy Nasution melalui tangan Doddy.
Terkait pengajuan peninjauan kembali perkara niaga oleh PT Across Asia Limited (PT AAL)
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), PT AAL dinyatakan pailit. Sampai batas waktu 180 hari sesuai dengan undang-undang, PT AAL tidak mengajukan peninjauan kembali. Namun belakangan Eddy Sindoro malah memerintahkan Wresti mengupayakan peninjauan kembali itu.
"Wresti meminta agar Edy Nasution menerima pendaftaran peninjauan kembali PT AAL meskipun waktu pendaftarannya sudah lewat," kata jaksa.
Edy Nasution menyetujuinya dengan imbalan Rp 500 juta. Wresti kembali memberitahu Eddy Sindoro soal permintaan uang itu. Jaksa KPK menyebut Eddy Sindoro menyetujuinya.
Dalam perkara ini sebelumnya KPK sudah menjerat Edy Nasution dan Doddy. Keduanya telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Doddy divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution dihukum penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Saksikan juga video 'Bos Lippo Group James Riady Diperiksa KPK': (dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini