Agni, Nuril, Next?
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

Agni, Nuril, Next?

Rabu, 26 Des 2018 16:55 WIB
Shofiyyah Karimah Rahman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Belum lama, jagat media di Indonesia sempat ramai dengan beberapa nama yang mencuat dalam kurun waktu yang tak berselang lama. Agni dan Baiq Nuril. Seorang mahasiswa dan guru SMA yang mengalami kasus kekerasan seksual hingga menarik perhatian banyak masyarakat lantaran peliknya penyelesaian kasus tersebut. Kasus kekerasan ini merupakan dua dari banyak kasus yang tidak terungkap akibat korban terlalu takut dengan reaksi yang akan didapat dari orang di sekitarnya.

Data yang dirilis oleh Komnas Perempuan melalui CATAHU 2018 menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual mencakup 31% dalam kasus kekerasan di ranah privat yang berarti sejumlah 2979 kasus kekerasan seksual terjadi pada 2018. Dari jumlah tersebut, terseliplah nama Agni dan Baiq Nuril di dalamnya.

Nama Agni menjadi viral ketika Majalah Balairung Universitas Gadjah Mada merilis sebuah artikel berjudul Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan pada November 2018. Agni (bukan nama sebenarnya) adalah seorang mahasiswa FISIPOL Universitas Gadjah Mada angkatan 2014. Ia mengalami kekerasan seksual yang dilakukan teman satu timnya ketika ia mengambil program KKN ke Maluku pada Juni 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejadian tersebut awalnya sempat ditutup-tutupi oleh pihak kampus sebelum akhirnya viral di sosial media dan pelaku dituntut untuk drop out dari kampus hingga akhirnya muncul Aliansi Kita AGNI. Dalam proses pengusutan, Dekan FISIPOL UGM sendiri mengatakan bahwa halangan terbesar dari penjatuhan sanksi terhadap pelaku adalah bias dalam birokrasi UGM itu sendiri. Bukanlah jalan mudah bagi Agni untuk menuntut keadilan untuk dirinya sendiri, di tempat yang seharusnya menjadi ladang baginya menuntut ilmu.

Tidak berbeda nasib dengan Agni, Baiq Nuril Maknun adalah seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram yang namanya menuai banyak perbincangan ketika ia dinyatakan bersalah dan dihukum enam bulan penjara bersamaan dengan denda sejumlah Rp 500 juta, setelah korban dituduh menyebarkan rekaman ketika ia dilecehkan oleh Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Putusan kasasi itu dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dengan tuduhan bahwa Nuril telah mencemarkan nama baik dari sang Kepala Sekolah.

Padahal penyebaran tersebut dilakukan oleh rekan kerja Nuril yang simpati dengan kejadian tersebut, namun pada akhirnya tuduhan tetap dilayangkan, dan hukuman tetap diberikan. Barulah kita menyadari bahwa ternyata hukum di Indonesia sangatlah menghibur bagi para penikmatnya. Begitu cerdiknya, hukum yang seharusnya digunakan untuk melindungi justru menyerang balik para korban kekerasan seksual.

Tuntutan untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) muncul dari berbagai kalangan, mulai dari gerakan yang dilakukan di media sosial melalui tagar #sahkanruupks hingga aksi nyata melalui Women's March yang turun ke jalan. Mereka menyuarakan hal yang sama yakni payung hukum yang lebih mutakhir dalam mengatasi kasus kekerasan seksual.

Indonesia bukannya belum memiliki undang-undang mengenai kekerasan seksual. Undang-undang yang mengatur hal tersebut sebenarnya ada dan terdapat pada UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian diperbaharui melalui UU No.35 Tahun 2014 dengan tambahan mengenai kekerasan seksual dalam bentuk eksploitasi seksual. Walaupun ekploitasi seksual sebagai bentuk dari kekerasan seksual dijelaskan dalam UU Perlindungan Anak, hukum hanya dapat diberlakukan untuk memberi perlindungan terhadap korban yang termasuk dalam usia anak.

Jadi, mari menunggu sembari mengorbankan Agni yang lain, ataupun Nuril yang lain sampai pemerintah sadar bahwa produk hukum Indonesia terlalu lawas dan terlalu bungkam bagi para penyitas kekerasan seksual.

Shofiyyah Karimah Rahman mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads