Kotjo divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Kotjo terbukti bersalah menyuap anggota DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham Rp 4,7 miliar. Kotjo menyuap keduanya untuk mendapatkan proyek dari PLN tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya Setya Novanto memperkenalkan (Kotjo) dengan Eni Maulani Saragih," ucap hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).
Eni pun diminta Novanto memfasilitasi Kotjo untuk menjalin komunikasi dengan PLN. Tak tanggung-tanggung, Eni langsung menghubungkan Kotjo dengan orang nomor satu di PLN, yaitu Sofyan Basir.
"Pertemuan terdakwa (Kotjo) beberapa kali dengan Sofyan Basir semuanya digagas dan difasilitasi Eni," kata hakim.
Hasil dari berbagai pertemuan itu adalah masuknya proyek PLTU Riau-1 dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017. Setelahnya, kesepakatan antara Eni, Kotjo, dan Sofyan pun dilakukan.
"Masuknya proyek PLTU Riau-1 tidak terlepas dari peran Eni Maulani Saragih, yang memang pernah meminta ke Supangkat Iwan Santoso (Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN) untuk memasukkannya dalam RUPTL 2017," ucap hakim.
"Selanjutnya terjadi beberapa kali pertemuan untuk negosiasi kesepakatan yang akan dijalankan dalam proyek PLTU Riau-1 antara terdakwa, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir, dan Supangkat Iwan Santoso," imbuh hakim.
Sofyan Akui 9 Kali Bertemu Eni Saragih
Adapun dalam persidangan sebelumnya, yakni pada Selasa (11/12) dengan terdakwa Eni Saragih, Sofyan Basir yang dihadirkan sebagai saksi mengakui sembilan kali bertemu dengan Eni Maulani Saragih di berbagai tempat. Pertemuan yang membahas soal proyek PLTU Riau-1 itu digelar sebelum Eni ditangkap penyidik KPK pada 13 Agustus 2018.
Tentang pertemuan itu ditanyakan kembali oleh majelis hakim dan jaksa kepada Sofyan saat yang bersangkutan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Eni. Di sidang, Sofyan mengatakan Eni mendorong agar proyek PLTU Riau-1 segera dilaksanakan.
"Mungkin kira-kira demikian (Eni mendorong agar proyek PLTU Riau-1 segera dilaksanakan). Memang harapan kami sebetulnya kami ingin proses ini segera terjadi. Karena memang, begitu terlambat, yang dirugikan kami, Pak," kata Sofyan.
Pertemuan Sofyan dengan Eni digelar di sejumlah tempat, di antaranya Hotel Fairmont, Arkadia Green Park, juga di kediaman Sofyan di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Selain Eni, pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B Kotjo juga ada dalam sembilan kali pertemuan itu.
Dan Dalam satu kali pertemuan di rumah Sofyan, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham juga ikut. Bahkan ada juga pertemuan bersama Setya Novanto.
"Kalau tidak salah pada saat itu beliau (Novanto) melalui Ibu Eni, 'Pak Sofyan, Pak Novanto mau ketemu'. Lalu kita datang. Memang Pak Novanto waktu itu habis dari Istana bercerita mengenai program listrik 35 ribu megawatt berjalan dengan baik," terang Sofyan.
Kepada Sofyan, Novanto juga menanyakan soal proyek PLTU Jawa III. Novanto menyebut, rekannya ada yang berminat menggarap proyek tersebut.
Namun, karena proyek PLTU Jawa III sudah berjalan, Sofyan menyarankan Novanto melirik proyek pembangkit listrik yang akan dibangun di luar Jawa. Sofyan mengatakan ada sejumlah proyek di luar Jawa yang belum ada peminatnya.
"Kami sampaikan kepada Pak Setya Novanto, 'Bapak, kalau untuk di Jawa ini sudah tidak ada. Tapi kalau di luar Jawa mungkin Bapak bisa lihat di website, itu masih banyak yang terbuka.' Dalam arti kata masih belum ada, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi masih banyak terbuka," papar Sofyan sambil menirukan percakapan dengan Novanto.
Lalu pertemuan di kediaman Sofyan yang dihadiri Eni, Johannes Kotjo, dan Idrus. Hakim melihat ada sesuatu yang janggal saat pertemuan itu, yakni ketika Idrus meminta Eni dan Johanes keluar dari rumah Sofyan.
Awalnya, Sofyan mengatakan, di sela pertemuan di kediamannya itu Idrus meminta Eni dan Johanes Kotjo pulang lebih dulu. Ada sejumlah pembahasan yang mereka bahas selain soal proyek PLTU Riau-1 di antaranya soal pemilu dan agama.
"Habis itu saya juga terkaget, Pak Idrus langsung meminta Pak Kotjo sama Ibu Eni keluar. Karena rupanya beliau mau bicara yang lain sama saya. Memang bicaranya satu, maaf, masalah politik, yang satu lagi diskusi masalah dana buat pemuda masjid dan ambulans. Habis itu kita bicara masalah lain," terang Sofyan.
Hakim lalu mencecar Sofyan. Hakim mempertanyakan mengapa Eni juga diminta Idrus keluar kalau hanya ingin bicara soal politik. Padahal, Idrus dan Eni berasal dari partai yang sama, yakni Golkar.
"Saya juga pada saat itu kaget, tapi memang faktanya hari itu Ibu Eni diminta keluar. Memang dia bicara masalah politik, keagamaan, sampai mobil jenazah. Ada masalah-masalah keagamaan. Dia (Idrus) cerita masalah pemilihan ke depan ini seperti apa," jelas Sofyan.
Hakim juga menanyakan apakah Sofyan berpikiran kalau Eni punya kepentingan tertentu sampai sembilan kali bertemu dan selalu bersama Johanes Kotjo. Sofyan mengaku terpikir ke arah sana, namun tak bisa memastikan.
"Itu yang saya bilang memungkinkan (ada kepentingan tertentu), tapi saya tidak tahu pasti. Mungkin saya nggak berhak untuk menyampaikan," tutur Sofyan.
Sedangkan pada saat proses penyidikan di KPK, Sofyan pernah membantah soal adanya uang yang mengalir ke kantongnya dalam perkara itu. Hal itu disampaikannya sesaat sebelum menjalani pemeriksaan di KPK pada Jumat (28/9/2018).
"Oh nggak, itu di kantor. Itu awal. Nggak ada (bahas fee)," ucap Sofyan saat ditanya tentang ada-tidaknya pembahasan pembagian fee proyek PLTU Riau-1 saat dirinya bertemu dengan tersangka Eni Maulani Saragih. (fjp/iy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini